REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat animo calon tenaga kerja untuk menjadi pekerja migran di Korea Selatan melalui skema kerja sama "goverment to goverment" cukup tinggi.
Direktur Penempatan BNP2TKI Teguh Hendro Cahyono mengatakan, selama 2019 ini tercatat sudah ada hampir 25 ribu pelamar yang mendaftar melalui sistem daring. Sementara, kuota yang disiapkan bagi Indonesia oleh pemerintah Korea Selatan untuk sektor manufaktur pada tahun ini hanya 4.900 orang.
"Kebutuhan tenaga kerja asal Indonesia untuk tujuan Korea Selatan hanya pada sektor manufaktur dan budi daya atau penangkapan ikan," ucapnya di sela uji keterampilan dan kompetensi calon pekerja migran sektor manufaktur tujuan Korea Selatan di kampus Universitas Negeri Semarang, Jumat (24/5) .
Menurut dia, penempatan pekerja migran dengan skema "G to G" dengan Korea Selatan sudah berjalan sejak 2004. Indonesia sendiri, lanjut dia sudah menempatkan 78.804 tenaga kerja hingga saat ini.
Ia menyebutkan pendaftaran untuk menjadi calon pekerja migran dengan tujuan Korea Selatan ini tidak dipungut biaya. Calon pekerja, kata dia harus mengeluarkan biaya untuk keperluannya jika sudah dinyatakan lolos dan siap ditempatkan di Korea.
Ia menyebut biaya yang harus dipersiapkan para calon pegawai ini antara lain untuk kebutuhan pembuatan paspor, akomodasi menuju Korea, hingga cek kesehatan.
"Termasuk untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Korea tentu calon pegawai harus mengeluarkan biaya untuk kursus atau pelatihan. Kemampuan berbahasa Korea ini merupakan rangkaian dari penjaringan awal.
Ia menambahkan tawaran gaji yang mencapai Rp21,6 juta per bulan menjadi salah satu pemicu tingginya minat calon pegawai migran bekerja di Korea Selatan.