Sabtu 25 May 2019 01:32 WIB

Tim Hukum Prabowo Tantang MK Kerja Beyond the Law

Kubu Prabowo sudah mendaftarkan gugatan terkait hasil Pilpres ke MK Jumat, ( 24/5)

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Tim Hukum BPN Bambang Widjojanto bersama Penanggung Jawab Tim Hukum BPN Hashim Djojohadikusumo saat akan menyerahkan berkas permohonan gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (24/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Tim Hukum BPN Bambang Widjojanto bersama Penanggung Jawab Tim Hukum BPN Hashim Djojohadikusumo saat akan menyerahkan berkas permohonan gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga menantang Mahkamah Konstitusi (MK) untuk bekerja di luar hukum alias beyond the law guna mengungkap dan memberi keputusan seadil-adilnya terhadap gugatan Pilpres 2019. Kubu Prabowo sudah mendaftarkan gugatan terkait hasil Pilpres ke MK pada Jumat, (24/5) malam.

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto mengatakan upaya gugatan dalam rangka merumuskan tindakan kecurangan yang bisa dikualifikasi sebagai Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). Ia ingin hukum harus berpijak pada kedaulatan rakyat dimana pra syarat utamanya pemilu Luber Jurdil.

Baca Juga

"Kami mendorong MK, bekerja beyond the law. Pasal 22 E ayat 1 UUD 45 mengatakan proses pemilu harus dilakukan secara luber dan jurdil. Pasal 1 ayat 1 dan 2 UUD 45 mengatakan Indonesia bukan sekadar negara hukum tapi negara yang berpijak pada daulat rakyat," katanya pada wartawan di MK.

Ia optimistis MK dapat memutuskan kecurangan bersifat TSM dalam Pilpres 2019. Sebab, MK sudah pernah memutuskan kecurangan bersifat TSM dalam kasus sengketa sejumlah kepala daerah. "Kami mencoba mendorong MK bukan sekedar Mahkamah Kalkulator yang numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat," ujarnya.

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengklaim pemilu kali ini merupakan yang terburuk di Indonesia. Sebab menurutnya, pemilu paling demokratis justru terjadi di awal kemerdekaan. Walau begitu, ia berharap rakyat Indonesia tetap memantau jalannya sidang gugatan di MK.

"Mudah-mudahan MK bisa menempatkan dirinya dimana kejujuran jadi watak kekuasaan bukan bagian dari sikap rezim yang korup," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement