REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris menghadapi potensi tuntutan hukum karena warga Uni Eropa (UE) di negara itu tidak dapat memberikan suara dalam pemilihan parlemen blok tersebut. Setidaknya ratusan, bahkan ribuan dari mereka yang dilaporkan tidak terdaftar dan harus meninggalkan tempat pemungutan suara pada Kamis (23/5) lalu.
Atas insiden ini, kampanye crowdfunding (pengumpulan dana massal) diluncurkan pada Sabtu (25/5) untuk mengumpulkan dana setidaknya 20 ribu poundsterling. Dana itu akan digunakan untuk membuka penyelidikan, yang membuat Inggris dapat menghadapi tindakan hukum.
Dalam sebuah laporan, disebutkan banyak warga UE non-Inggris yang ada di sana dihapus dari daftar pemilih. Mereka tidak memenuhi syarat. Sementara, warga Inggris yang tinggal di luar negeri juga mengatakan tak dapat ikut serta dalam pemilihan parlemen blok tersebut karena surat suara yang datang terlambat.
Upaya crowdfunding diselenggarakan oleh kelompok yang menamakan diri sebagai 3million (tiga juta), yang mewakili warga negara Uni Eropa yang berbasis di Inggris, serta Inggris di Eropa. Mereka melakukan negosiasi dengan para ekspatriat Inggris di luar negeri.
“Kami berterima kasih atas kedermawanan Anda. Kami telah mencapai target 20 ribu poundsterling hanya dalam beberapa jam, ini luar biasa,” ujar pernyataan di halaman crowdfunding dilansir DW, Ahad (26/5).
Laman crowdfunding tersebut juga mengatakan orang-orang yang tak dapat memberikan suara dalam pemilihan parlemen Eropa akan sangat menghargai upaya tersebut. Penyelenggara dari pengumpulan dana ini, Nicolas Hatton dan Jane Golding meminta tak ada lagi sumbangan yang diberikan, hingga penyelidikan kasus ini dikonfirmasi untuk dilanjutkan.
"Ini akan tergantung pada pekerjaan oleh tim hukum kami dalam dua minggu ke depan, karena mereka menyelidiki sudut hukum mana yang lebih mungkin berhasil," jelas Hatton dan Golding dalam pernyataan bersama.
Sementara itu, jika upaya penyelidikan awal ini berhasil, maka crowdfunding hendak mengumpulkan 10 ribu poundsterling untuk mengusut kasus-kasus lainnya atas nama individu. Mereka mengatakan akan mencari kompensasi atas perlakuan yang tidak setara, tekanan emosional, dan pengeluaran tidak langsung.
Sebelumnya, Inggris dijadwalkan untuk meninggalkan Uni Eropa atau dikenal sebagai Brexit (British Exit) sejak 29 Maret lalu. Namun, permasalahan internal di negara itu membuat tidak tercapainya kesepakatan dan keputusan penundaan Brexit terjadi.
Banyak pemimpin negara UE lainnya yang menyetujui perpanjangan penundaan Brexit. Sementara, beberapa menolak seperti Prancis seperti yang disampaikan Presiden Emmanuel Macron ia khawatir membiarkan Inggris menetap terlalu lama akan mengalihkan perhatian blok tersebut dari isu lainnya, seperti pemilihan Parlemen Eropa saat ini.
Komisi Pemilihan Inggris juga mengatakan pemberitahuan dalam waktu yang cukup mendadak dari pemerintah mengenai partisipasi negara itu dalam pemilihan parlemen Eropa memberi dampak atas masalah yang timbul seperti saat ini. Dua partai utama Inggris, yaitu Konservatif dan Buruh disebut akan menghadapi kerugian besar dalam pemilihan Uni Eropa.
Pemilihan parlemen Eropa diadakan di Inggris dan Belanda. Nantinya, hasil pemilihan akan diumumkan setelah semua negara Uni Eropa lainnya selesai memilih.