Ahad 26 May 2019 15:50 WIB

YLBHI dkk Temukan Indikasi Pelanggaran HAM 21-22 Mei

Koalisi Masyarakat Sipil menemukan penyimpangan prosedur dalam penanganan aksi itu.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Personel kepolisian menembakkan gas air mata pada massa aksi 22 Mei di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Personel kepolisian menembakkan gas air mata pada massa aksi 22 Mei di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan koalisi masyarakat sipil memiliki 15 temuan awal dari peristiwa kericuhan 21-22 Mei lalu. Dari temuan-temuan itu disimpulkan, ada indikasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama peristiwa itu berlangsung.

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, AJI, Lokataru Foundation, Amnesty, dan LBH Pers melakukan pemantauan saat kericuhan terjadi. Temuan-temuan itu dijadikan sebagai laporan awal untuk dilaporkan ke lembaga pengawas pemerintah yang ada.

Baca Juga

Temuan terhadap peristiwa itu terkait dengan pecahnya insiden, korban, penyebab, pencarian dalang, tim investigasi internal kepolisian, indikasi kesalahan penanganan demonstrasi, penutupan akses tentang korban oleh rumah sakit, penanganan korban yang tidak segera.

Temuan berikutnya terkait dengan penyiksaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan nartabat, hambatan informasi untuk keluarga yang ditahan, salah tangkap, kekerasan terhadap tim medis, penghalang-halangan meliput kepada jurnalis yang terdiri dari kekerasan, persekusi, perampasan alat kerja, perusakan barang pribadi. Temuan selanjutnya, yakni terkait dengan penghalangan akses kepada orang yang ditangkap untuk umum dan advokat, dan pembatasan komunikasi media sosial.

"Berdasarkan temuan-temuan di atas terdapat beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, yaitu terindikasi adanya pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan yaitu tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi dan dari berbagai usia," ujar perwakilan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, pada konferensi pers di Jakarta Pusat, Ahad (26/5).

Selain itu, Isnur menjelaskan, mereka juga menemukan adanya penyimpangan dari hukum dan prosedur dalam penanganan aksi tersebut. Hukum dan prosedur itu, di antaranya KUHAP, Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Hak Anak, Perkap 1/2009, Perkap 9/2008, Perkap 16/2006 tentang Penggunaan Kekuatan, Perkap 8/2010, dan Perkap 8/2009.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement