Senin 27 May 2019 09:16 WIB

PBB Serukan Pembebasan Tahanan dan Penculikan di Libya

Sebelumnya, terjadi penculikan seorang anggota Dewan Tinggi Negara di Tripoli.

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Warga memilih meninggalkan Derna, Libya, setelah konflik menerpa wilayah tersebut. (ilustrasi)
Foto: EPA/Tarek Faramawy
Warga memilih meninggalkan Derna, Libya, setelah konflik menerpa wilayah tersebut. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Misi dukungan PBB di Libya (UNSMIL) menyerukan pembebasan segera terhadap semua orang yang ditahan dan diculik secara sewenang-wenang di Libya, Ahad (26/5). Semua pihak di Libya juga diingatkan atas kewajiban mereka di bawah hukum internasional.

“Misi menyerukan agar semua yang ditahan dan diculik secara sewenang-wenang untuk segera dibebaskan dan mengingatkan semua pihak pada kewajiban di bawah Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional,” ujar pernyataan UNSMIL, dilansir Xinhua, Senin (27/5).

Baca Juga

Pernyataan UNSMIL datang menyusul keprihatinan setelah terjadinya penculikan seorang anggota Dewan Tinggi Negara di Ibu Kota Tripoli. Sejak awal April, bentrokan antara pasukan pemerintah dan Tentara Nasional yang dipimpin Khalifa Haftar (LNA) terjadi di wilayah tersebut.

“Kami sangat prihatin dengan laporan penculikan seorang anggota Dewan Tinggi Negara dari Qasr Ben Ghasheer di Tripoli,” pernyataan itu menambahkan.

Selain itu, UNSMIL juga menyatakan keprihatinan atas serangan udara terhadap kompleks di Tripoli yang digunakan oleh anggota parlemen untuk melakukan pertemuan. Serangan itu diyakini dilakukan oleh lawan pemerintah.

"Menembaki sasaran sipil dan menculik warga sipil, termasuk aktor politik, mengirim pesan anti-demokrasi yang mengkhawatirkan," kata pernyataan itu.

UNSMIL mengatakan akan bekerja sama dengan pihak-pihak di lapangan untuk mendapatkan bukti yang diperlukan untuk menuntut semua yang terbukti terlibat dalam insiden tersebut. Tak hanya itu, kejadian lainnya yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap warga sipil dan fasilitas umum juga hendak dilakukan.

Sejak presiden Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011, Libya dilanda kekacauan dengan faksi-faksi bersenjata yang ingin menguasai pemerintahan secara penuh. Pemerintahan negera itu terbagi atas dua, di mana di Tripoli didukung oleh internasional, sementara LNA menguasai wilayah timur dan membentuk pemerintahan.

LNA terus berupaya dapat menguasai dan mengendalikan Libya secara keseluruhan. Situasi terus diperburuk dengan kedatangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kelompok militan lainnya yang mengambil kesempatan atas kondisi di negara tersebut.

Sejumlah kritikus juga mengatakan bahwa LNA merupakan dari sejumlah kelompok milisi, bahkan termasuk kelompok militan. Para pengamat juga pernah mempertanyakan apakah sebenarnya Haftar memiliki pasukan militer untuk menguasai Tripoli, serta keyakinan ia mencoba membujuk beberapa milisi untuk membelot kepadanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement