REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Kenaikan harga tiket pesawat terbang, secara tidak langsung berimbas pada pendapatan Pertamina. Hal ini ditandai dengan penurunan penyerapan BBM Avtur dari maskapai penerbangan.
''Penurunan penyerapan avtur berlangsung sejak adanya kenaikan harga tiket pesawat. Penurunannyacukup signifikan, mencapai sekitar 10 persen dari kondisi permintaan sebelumnya,'' kata General Manajer Pertamina Refenery Unit (RU) IV Cilacap, Djoko Priyono, Ahad (26/5) malam lalu.
Dia memperkirakan, penurunan penyerapan avtur disebabkan banyaknya penerbangan pesawat yang dibatalkan karena mungkin penumpangnya tidak memenuhi biaya operasional pesawat. ''Karena itu, permintaan avtur sebagai bahan bakar pesawat juga mengalami penurunan,'' jelasnya.
Menurutnya, penurunan permintaan avtur dari maskapai penerbangan ini, bisa dilihat dari besarnya stok avtur yang tersimpan di tangki penimbunan kilang Pertamina Cilacap. ''Saat ini, stok avtur yang kami miliki mencapai kebutuhan 140 hari,'' katanya.
Sementara untuk tingkat nasional, Djoko menyebutkan, stok avtur mencapai kebutuhan 45v hari. Padahal dalam kondisi normal, stok avtur mestinya berkisar untuk kebutuhan 29-30 hari.
Untuk kapasitas produksi avtur di kilang minyak Pertamina Cilacap, Djoko menyebutkan, kilang minyak Cilacap mampu memproduksi BBM avtur sebanyak 1,7 juta barel per bulan. Produksi ini mengalami kenaikan 500 ribu barel, setelah kilang produksi avtur selesai dimodifikasi pada 1 April 2019 lalu.
''Sebelumnya, kilang Cilacap hanya bisa memproduksi avtur 1,2 juta barel. Karena itu, dengan peningkatan produksi ini, kita tidak lagi melakukan impor avtur,'' jelasnya.
Terkait dengan melimpahnya stok avtur, Djoko menyatakan, Pertamina telah meminta izin pada pemerintah agar bisa dilakukan ekspor ke luar negeri. ''Ya, ekspor itu tergantung regulasi pemerintah. Kalau memang diizinkan, maka kita akan ekspor,'' jelasnya.