REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Sejak dua tahun terakhir, tren penjualan emas menjelang Lebaran cenderung mengalami perubahan. Menurut Ivan, salah seorang penjual perhiasan emas di Pasar Cinde, Palembang, Sumatra Selatan, pada 2017, masyarakat cenderung membeli emas sebagai perhiasan saat Idul Fitri dan mereka kemudian menjualnya kembali usai Lebaran.
"Tapi, dua tahun ini tampak sekali masyarakat cenderung menjual emas sebelum Lebaran," ujar Ivan, Senin.
Menurut dia, puncak jual emas masyarakat pada 2019 sudah terjadi pada H-14. Peningkatannya hingga 80 persen dibandingkan hari biasa, hampir sama jika dibandingkan periode jelang Lebaran 2018.
"Perbandingan antara beli dan jual kira-kira 20:80," kata dia.
Menurut Ivan, aksi beli cenderung stagnan di kisaran seperempat sampai satu suku atau 3-6,7 gram per orang, sedangkan aksi jual dapat mencapai lima suku atau 30 gram per orang. Ia membeli satu suku dengan harga Rp 3,4 juta sampai Rp 3,6 juta, sesuai harga emas terbaru di kisaran Rp 595 ribu per gram.
"Orang menjual emas jelang Lebaran karena ada kebutuhan berlapis, yakni untuk lebaran dan keperluan anak masuk sekolah, karena jarak momen keduanya memang berdekatan," ungkap Ivan.
Dari 80 persen yang menjual emas, sebagian besar mengalokasikan dananya untuk keperluan sekolah. Hal ini mengingat karakteristik kebutuhan biaya tiap sekolah berbeda-beda pasca diizinkanya sekolah memungut biaya SPP.
Sementara itu, seorang warga yang menjual emasnya, Rustini, mengatakan, panjangnya libur Lebaran pada 2019 memaksanya menyediakan dana lebih banyak dari 2018.
"Biaya untuk Lebaran sudah ada, tapi masih perlu jual emas untuk tahun ajaran baru, jadi kebutuhan sekolah juga mulai dicicil meski penerimaan siswa baru masih berproses," kata Rustini.