Selasa 28 May 2019 04:30 WIB

PTPN VII Kelola Aset Jadi Core Bisnis

Aset PTPN VII yang banyak selama ini masih banyak yang belum tergarap

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Nidia Zuraya
Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho.
Foto: Mursalin Yasland/REPUBLIKA
Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII terus melakukan pengelolaan aset perusahaan yang tersebar di berbagai provinsi di Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) untuk dijadikan core bisnis. Beberapa aset yang idle sudah mulai digarap agar memberikan kontribusi bagi perusahaan.

Dirut PTPN VII Muhammad Hanugroho mengatakan, ia ditugaskan untuk menjaga aset yang banyak di PTPN VII untuk menghasilkan core bisnis di luar maincore yang telah digarap selama ini. “Saya diamanatkan pemegang saham untuk mengamankan aset PTPN VII, jadi itu yang telah saya lakukan selama ini,” kata Hanugroho pada buka bersama wartawan di Bandar Lampung, Senin (27/5).

Baca Juga

Menurut dia, aset PTPN VII yang banyak selama ini masih banyak yang belum tergarap, bahkan masih banyak yang bermasalah, sehingga perlu diamankan agar tidak lepas begitu saja. “Aset-aset (perusahaan) tersebut harus jelas sebelum digarap atau dilepas,” ujar dia.

Ia belum menyebutkan beberapa aset yang telah diamankan dan digarap agar menjadi core bisnis perusahaan selain main bisnis yang telah digarap selama ini seperti sawit, teh, tebu, dan pabrik lainnya. “Ke depan, apakah hanya menggarap itu. Kita tidak tahu, ke depan bisa berkembang bisa saja tidak hanya itu semata,” tambahnya.

Dalam menjalankan bisnisnya, PTPN VII memiliki banyak kendala, diantaranya persoalan keamanan dan pengamanan aset. Soal keamanan, PTPN VII sejak semua bekerja dengan kepolisian didukung TNI. Hasilnya menggembirakan, tingkat kerawanan kawasan dan kehiliangan produksi bisa ditekan dengan baik.

Soal aset, dalam keterangan persnya, PTPN VII memiliki aset lahan seluas 435 hektare yang dulunya kebun sawit unit Bergen berada di Desa Sidodadi Asri, Kecamatan Jatiagung (Kulon Rowo). Lahan tersebut diduduki masyarakat pada era reformasi 1998 secara paksa dengan cara mengusir permanen, menebag pohon kelapa sawit dan juga mendirikan bangunan.

PTPN VII melakukan upaya mempertahankan tetapi mendapat perlawanan di lapangan. Jalan buntu negosiasi berakhir di pengadilan. Proses peradilan berjalan lama dan berjenjang. Akhirnya, permohonan gugatan perdata dari PTPN VII memperoleh putusan pengadialan.

Selain aset yang bermasalah dan berujung di pengadilan, PTPN VII juga banyak memiliki aset perusahaan yang idle. Aset berupa lahan tidur tersebut akan dijadikan core bisnis seperti pembangunan hotel, kawasan wisata, dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement