Rabu 29 May 2019 06:39 WIB

Suap Pejabat Imigrasi Pakai Modus Buang Uang di Tong Sampah

Sejumlah pejabat Imigrasi Mataram terkena OTT KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie (bermasker) digiring petugas saat tiba di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (28/5).
Foto: Republika/Prayogi
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie (bermasker) digiring petugas saat tiba di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Selasa (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menuturkan kronologi kasus suap pengurusan izin tinggal dua warga negara asing di kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut Alex, tim penyidik KPK bergerak setelah  menerima informasi dari masyarakat tentang akan terjadinya transaksi dan kemudian menindaklanjuti dengan pengecekan lapangan.

"Setelah beberapa petunjuk awal kami ungkap, tim segera melakukan kegiatan penyelidikan hingga kegiatan tangkap tangan di Mataram dan Sekotong, Nusa Tenuara Barat, Senin dan Selasa, 27-28 Mei 2019," kata Alexander di Gedung KPK Jakarta, Selasa (28/5).

Baca Juga

Menurut Alex, tim KPK mendapatkan informasi telah terjadi penyerahan uang dari Liliana Hidayat, Direkur PT. Wisata Bahagia yang juga merupakan pengelola Wyndham Sundancer Lombok kepada Yusriansah Fazri, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan lmigrasi Mataram di Kantor Imigrasi Klas I Mataram. Diduga penyerahan uang tersebut berhubungan dengan perkara yang sedang ditangani oleh Penyidik PPNS lmigrasi di Kanim Mataram tentang penyalahgunaan izin tinggal di Lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019.

Setelah mengonfirmasi adanya dugaan penyerahan uang tersebut, tim kemudian mangamankan Yusriansah dan Ayub Abdul Muqsith , penyidik PNS di sebuah hotel di Mataram pada Senin (27/5) pukul 21.45 waktu setempat. Di kamar Yusriansah, tim menemukan uang sebesar Rp 85 juta dalam beberapa amplop yang telah dinamai.

"Secara paralel, tim mengamankan Liliana, WYU (staf Liliana) dan JHA (General Managet  Wyndham Sundancer Lombok) di Wyndham Sundancer Lombok pada pukul 22.00 waktu setempat," tutur Alex.

Selanjutnya, tim mengamankan Kurniadie, Kepala Kantor Imigrasi Klas 1 Mataram di rumah dinasnya di Jalan Majapahn, Mataram pada pukul 02.00 dini hari, Selasa (28/5).  Kemudian, 6 anng tersebut dibawa ke Polda NTB untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Di Polda NTB, tim juga memangil beberapa pihak yang diduga menerima uang terkait pokok perkara ini, hingga BWI (penyidik PNS) dan 13 orang yang datang mengembalikan uang dengan total Rp81,5 juta.

Alex mengatakan, diduga dua penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tapi ternyata diduga bekerja dl Wyndham Sundancer Lombok.

"PPNS lmigrasi seumpat menduga 2 WNA ini melanggar Pasal 122 Huruf a Undang Undang Nomor 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian," terang Alex

Merespon penangkapan tersebut, Liliana, perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok dlduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Klas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut. Diketahui, Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbltkan Surat Perintah Dimulainya Penyidlkan untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019.

Yusriansah kemudian menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut. Permintaan pengambilan SPDP ini dlduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.

Liliana kemudlan menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentikan kasus tersebut, namun Yusriansah menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansah berkoordinasi dengan atasannya Kurniadie. Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.

"Dalam OTT ini, KPK mengungkap modus baru yang digunakan ketiganya dalam negosiasi uang suap, yaitu: menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tenentu tanpa berbicara.  Kemudian Yusriansah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan," ungkap Alex.

Akhimya disepakatl jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp 1,2 miliar. Metode penyerahan uang yang digunakan juga tidak biasa, yaitu Liliana memasukan uang sebesar Rp1,2 miliar ke dalam kresek hitam dan memasukan kresek hitam pada sebuah tas.

Sesampal di depan ruangan Yusriansah, tas kresek hltam berisi uang Rp 1,2 Milyar kersebut dibuang ke dalam tong sampah di depan ruangan Yusriansah. Yusriansah kemudian memerimahkan BWI  stafnya mengambil uang tersebut dan membagi  Rp 8OO juga untuk Kurniadie.

"Penyerahan uang pada KUR adalah dengan cara meletakkan di ember merah," terang Alex.

Kurniadie kemudlan meminta plhak Iain untuk menyetorkan Rp340 juta ke rekenlngnya dI sebuah bank. Sedangkan sisanya Rp 500 juta, akan diperuntukkan pada pihak lain;

"Teridentifikasi salah satu komunikasi dalam perkara ini, setelah penerimaan uang oleh pejabat Imigrasi terjadi. yaitu: ”makasi, buat pulkam"," ungkap Alex lagi.

Dalam perkara ini, KPK rsemi menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Tiga tersangka yang ditetapkan yakni  Kurniadie selaku Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram, Kepala Seksie Intelejen dan Penindakan kantor Imigrasi Klas 1 Mataram, Yusriansyah Fazrin, serta Direktur ‎PT Wisata Bahagia, Liliana Hidayat.

Atas perbuatannya, Liliana sebagai penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .

Sementara Kurniadie dan Yusriansah dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement