REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakapolsek Jatinegara, AKP Agus Sumarno mengungkapkan kisruh yang terjadi pada aksi 22 Mei 2019. Agus merupakan salah satu korban dari aksi kekerasan itu mengalami patah rahang dan harus menginap di rumah sakit (RS) Polri.
"Saya dikeroyok dan diserang sekitar 10 samapai 15 orang. Ada yang pakai batu dan tangan kosong," ujar Agus yang masih dirawat di Gedung Promoter, RS Polri, Jakarta, Rabu (29/5).
Agus menjelaskan, sekitar pukul 02.30 WIB, masyarakat memberikan laporan ke Polsek. Masyarakat menyebut sedangkan terjadi pembakaran ban di Jalan Otista Raya.
Mengetahui hal itu, Agus kemudian merekomendasikan laporan tersebut kepada Polres. Dia, bersama dengan sejumlah personel terjun kelapangan dan mencoba menghalau aksi masa. "Kami berupaya menghalau mereka, dengan dibantu pasukan dari Polda Sumbar, Raimad dan Rajawali Polres yang lain sudah menghalau. Kami komunikasi lewat HT bahwa di sana sudah mulai rusuh batu kayu dilempar," ujarnya.
Massa, kata Agus, semakin sulit untuk dikendalikan. Mereka kemudian melempari polisi dengan batu, kayu dan nampak bom molotov. Sedangkan, saat mendatangi lokasi, Agus tidak membawa persiapan yang cukup untuk kemanan diri.
"Saya datang dari Polsek pakai pakai dinas dan langsung diserang. Digebuki di sana. Saya tidak pakai senjata. Hanya bawa gas air mata. Perlengkapan itu saja," ungkapnya.
Pihak Polres, kata Agus mencoba terus menghalau. Namun, masa terus berdatangan sehingga Agus dan anggotanya kewalahan menghadapi masa yang membawa batu.
"Kepalanya kena dua jahitan. Dari sana saya sudah gelap dan pusing. Diberikanlah pertolongan pertama, dibawa ke RS Hermina, lalu saya dirujuk ke RS Polri," terangnya.
Dia menyatakan, meskipun mendapat serangan dari masa aksi 22 Mei, hal itu tak sedikitpun membuatnya trauma sebagi anggota kepolisian. Dia menyebut akan selalu siap untuk melayani masyarakat. "Saya tidak trauma sebagai anggota dan pelayanan masyarakat akan siap terus melayani," ungkapnya.