Rabu 29 May 2019 22:40 WIB

Aktivis Kepemudaan Ajak Masyarakat Jaga Kondisivitas

Aktivis kepemudaan mengajak agar menjadikan Ramadhan momentuk rekonsiliasi

Dialog dan Buka Puasa Bersama Forum Silaturahmi Aktivis Jakarta di Taman Puring, Jakarta Selatan, Rabu (29/5.
Foto: dok istimewa
Dialog dan Buka Puasa Bersama Forum Silaturahmi Aktivis Jakarta di Taman Puring, Jakarta Selatan, Rabu (29/5.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sejumlah aktivis kepemudaan dan Mahasiswa meminta semua pihak menjaga kondusivifitas, keamanan, dan ketertiban masyarakat pascaaksi 21-22 Mei di depan kantor Bawaslu RI, Jln MH Thamrin, Jakarta. Sementara terkait kerusuhan yang terjadi pada aksi tersebut, para aktivis meminta aparat dan pemerintah bersikap tegas menyikapi fakta dan temuan skenario kerusuhan.   

Tindakan tegas tersebut antara lain dengan mengungkap ke publik aktor intelektual termasuk para elite yang menjadi provokator sekaligus memberikan hukuman atas tindakan mengancam keamanan negara.

Baca Juga

“Fakta dan temuan di lapangan sudah jelas ada skenario rapi dan terencana menciptakan kerusuhan di aksi 21-22 Mei 2019. Dan ini terjadi, beruntung bisa diredam dan diantisipasi tidak menjadi kerusuhan massal oleh aparat gabungan TNI-Polri,” ujar Bendahara Umum DPP KNPI, Twedy Novriadi Ginting, dalam acara dialog dan Buka Puasa Bersama Forum Silaturahmi Aktivis Jakarta di Taman Puring, Jakarta Selatan, Rabu (29/5.

Menurut Twedy, aksi ricuh 21-22 Mei 2019 yang dilatarbelakangi dengan kepentingan elektoral pilpres 2019 sarat dengan upaya makar dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan melawan hukum. Dia enyadari, dibalik gejolak politik yang terjadi saat ini, ada kepentingan besar yang berada di belakang kelompok tertentu.

“Pasca pertarungan Pilpres 2019 ini bukanlah lagi pertarungan antara 01 dan 02, melainkan sebenarnya ada kepentingan besar di belakangnya,” kata mantan Ketua Umum GMNI itu. 

Meski demikian, Twedy menekankan tidak akan ada gejolak politik yang mengkhawatirkan seperti peristiwa kerusuhan 1998 silam setelah aksi massa 22 Mei lalu. 

Aktivis mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta, Ahmad Hariri, mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada aksi 22 Mei 2019 yang dimaknai sebagai jalan jihad bagi sebagian pendukung capres. 

“Jihad apa aksi 22 Mei itu, wong yang dibela orang yang ingin jadi presiden sampai harus berhadap-hadapan antar sesama umat Islam di bulan puasa lagi, kita prihatin sekali,” katanya. 

Dia mengajak  Ramadhan  kali ini, menjadikan momentum sebagai bangsa menjadi lebih kuat. “Kita justru bersatu melawan para pihak yang berupaya melakukan gerakan-gerakan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” tambah mantan Ketua PMII Jakarta Selatan tersebut. 

Ditempat yang sama, analis media dan politik, Syukron Jamal,  mengatakan aksi 21-22 Mei 2019 sangat disayangkan terjadi terlebih berlangsung ricuh, reaksi atas hasil pengumuman KPU dengan langsung mengerahkan massa jelas merusak tatanan demokrasi yang ada. Padahal menurutnya proses penentuan pemenang secara konstitusional masih ada yaitu melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK) yang awalnya sempat tidak ingin dilakukan paslon nomor urut 02. 

“Memang aksi 21-22 Mei 2019 ini saya melihat memang sudah by design ya untuk membuat situasi keruh lalu kemudian membangun opini di mata masyarakat termasuk dunia internasional. Tujuannya sangat mudah terbaca, mendelegitimasi pemerintah yang sah,” katanya. 

Syukron menambahkan saat ini pasca aksi 22 Mei, pihak-pihak tertentu masih berupaya memupuk situasi politik yang memanas dengan membangun opini di masyarakat khususnya melalui sosial media dan lain-lain memojokan pihak aparat dan pemerintah sehingga emosi masyarakat bangkit.   

“Upaya memanasi situasi dan provokasi masyarakat pasca aksi 22 Mei ini masih berlangsung di media sosial misalnya, dalam berbagai bentuk. Saya membaca aksi serupa masih akan terjadi seiring dengan proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) masih akan berjalan,” tambahnya.

Dengan adanya berbagai fakta dan temuan lapangan mengenai skenario kerusuhan pada aksi 22 Mei 2019, Syukron berharap hal tersebut menyadarkan banyak pihak elite politik dan para pendukungnya termasuk masyarakat luas bahwa upaya-upaya membuat kekacauan dan kerusuhan hanya akan membuat bangsa dan negara makin terjerembab jatuh kedalam perpecahan. 

“Demokrasi itu membutuhkan kebijaksanaan, jadi kita sangat berharap kepada para elite untuk marilah kita bersatu membangun negeri ini. Jangan emosi masyarakat justru diprovokasi untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dan melawan hukum,” kata dia.   

Kegiatan ini dihadiri perwakilan GMNI, PMII, HMI, IMM, GMKI, PMKRI, dan IPM. Sementara perwakilian mahasiswa yang hadir antara lain dari UIN Jakarta, UMJ, PTIQ Jakarta, IISIP Jakarta, UBK, Politeknik Negeri Jakarta, UNU, dan lain-lain.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement