REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Angkatan udara, laut, dan udara Taiwan menggelar latihan gabungan pada Kamis (30/5). Kegiatan itu dilakukan untuk memperkuat pertahanan merespons meningkatnya ancaman militer Cina.
Lebih dari 3.000 tentara berpartisipasi dalam latihan militer tersebut. Jet-jet tempur dan kapal selam turut dikerahkan. Mereka melakukan simulasi serangan untuk menghancurkan posisi musuh.
Menteri Pertahanan Taiwan Yen The-fa mengungkapkan saat ini wilayahnya masih berada di bawah ancaman militer Cina. “Kekuatan militer Partai Komunis Cina terus berkembang, tanpa menanggalkan penggunaan kekuatan untuk menyerang Taiwan,” ujarnya.
Dia turut mengomentari tentang latihan ekstensif yang dilakukan militer Cina dalam beberapa bulan terakhir dengan melibatkan kapal perang, pembom, dan pesawat pengintai. Ia mengkritik kegiatan itu karena dianggap sebagai bentuk intimidasi. “Itu adalah niat Beijing menghancurkan stabilitas regional dan keamanan lintas-selat,” ucapnya.
Cina menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memberontak. Tekanan terhadap Taiwan meningkat sejak Beijing menuding Presiden Taiwan Tsai Ing-Weng berupaya mendorong kemerdekaan formal untuk wilayah tersebut.
Kerja sama militer yang dijalin Taiwan dengan Amerika Serikat (AS) juga telah memicu kemarahan Beijing. Pada April lalu, Departemen Luar NegerI AS disebut menyetujui penjualan program pelatihan pilot serta pemeliharaan dan suku cadang pesawat F-16 kepada Taipei. Nilai penjualan itu ditaksir mencapai 500 juta dolar AS.
Cina mengkritik hal tersebut. Ia mengklaim bahwa penjualan peralatan militer oleh AS kepada Taiwan merupakan ancaman langsung terhadap keamanannya.
Saat bertemu Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo Agustus tahun lalu, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi dengan tegas meminta AS menghentikan penjualan senjata atau peralatan militer kepada Taiwan. "Kami menuntut AS menghentikan tindakan keliru semacam ini," kata Wang.