REPUBLIKA.CO.ID, --- Dalam disertasinya untuk Gauhati University, Abdul Khalique Laskar (2009) menggolongkan Fakhruddin ar-Razi sebagai filsuf, pakar ilmu politik dan ilmu tafsir. Abdul Khalique menyebutkan, ar-Razi berupaya mengembangkan sintesis antara iman dan nalar.
Sebagai penafsir Alquran, Fakhruddin ar-Razi termasuk yang fenomenal karena mendahului zamannya. Melalui kitab tafsir Mafatih al-Ghaib (at-Tafsir al-Kabir li Alquranul Karim), ar-Razi mengajak kaum Muslim untuk tidak sekadar memahami Alquran. Sebab, Kalamullah merupakan petunjuk untuk memahami bagaimana alam semesta ciptaan Allah ini bekerja.
Sebagai contoh, Fakhruddin ar-Razi menulis tafsir tentang surat al-Fatihah dalam kitab tersebut. Allah berfirman dalam surat al-Fatihah ayat 2: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” Di sana, Allah menggunakan makna jamak untuk kata ‘alam, yakni al-‘alamin.
Artinya, bukan sebuah alam, melainkan banyak alam. Oleh karena itu, ar-Razi menyimpulkan bahwa sesungguhnya ada banyak konstelasi semesta selain tempat umat manusia berada. Masih banyak semesta yang sebenarnya ada tetapi manusia masih belum mengetahuinya.
Namun, teknologi dari abad ke-21 pada akhirnya membuktikan tafsir Fakhruddin ar-Razi. Ilmuwan ahli fisika teori asal Amerika Serikat, Dr Michio Kaku mengembangkan teori relativitas Albert Einstein.
Dia kemudian mengelaborasi teori-teori tentang multi-semesta dalam bukunya, Hyperspace: A Scientific Odyssey through Parallel Universes Time Warps and 10th Dimension (1994).
Penjelasannya merentang dari fisika Newtonian, teori relativitas Einstein, teori fisika kuantum, hingga String theory. Menurutnya, terdapat saluran bernama wormholes yang dapat menghubungkan antara satu galaksi dengan galaksi lainnya. Bahkan, galaksi dapat berjumlah tak berhingga.