REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai macam pertemuan untuk membuat penyatuan kadender hijriah, sehingga penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah tidak berbeda-beda lagi. Lukman mengatakan, penyatuan kalender hijriah itu mensyaratkan adanya dua hal yang harus disepakati bersama.
“Pertama, kesepakatan kriteria pada posisi hilal seperti apa yang kita bersepakat hilal itu ada atau tidak ada atau tidak bisa dilihat. Kedua, kesepakatan siapa pihak yang dapat otoritas untuk lakukan isbat yang menyatakan bahwa saat ini sudah dinyatakan masuk bulan baru atau lama,” ujar Lukman di Kantor Kemenag, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (46).
Sementera ini, kata Lukman, baru satu kriteria yang terpenuhi yaitu sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 2 tahun 2004 bahwa menteri Agama diberikan mandat untuk melakukan sidang isbat dengan berkoordinasi dengan MUI, ormas Islam, dan instansi terkait.
Dalam waktu dekat ini, menurut Lukman, MUI akan melakukan pertemuan dengan sejumlah pakar untuk membahas masalah penyatuan kalender hijriah tersebut dan akan difasilitasi oleh Kementerian Agama.
“Mudah mudahan kita bisa bersepakat berapa sebenarnya kriteria hilal yang bisa dilihat. Jadi kesamaan dalam kriteria,” kata Lukman.
Dengan adanya penyatuan kalander hijriah itu, Lukman berharap tidak ada lagi yang lebih dulu mengumumkan penetapan awal Ramadhan atau awal Syawal. Karena, menurut dia, pada prinsipnya semua pihak sudah bersepakat bahwa penetapan itu harus menggunakan dua metode, yaitu metode hisab dan metoda rukyat.
“Maka kita akan memiliki kesamaan dalam menentukan kapan satu Ramadhan, satu Syawal, dan satu Dzulhijjah,” jelas Lukman.