Rabu 05 Jun 2019 11:52 WIB

Idul Fitri, Gamelan Peninggalan Sunan Gunung Jati Ditabuh

Gamelan Sekaten dari masa Sunan Gunung Jati di Jawa Barat, dimainkan kala Idul Fitri

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Hasanul Rizqa
Gamelan Sekaten peninggalan Sunan Gunung Jati berusia 600 tahun yang ditabuh setahun dua kali saat Idul Fitri dan Idul Adha di Sitinggil Keraton Kasepuhan Cirebon. Rabu (5/6).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Gamelan Sekaten peninggalan Sunan Gunung Jati berusia 600 tahun yang ditabuh setahun dua kali saat Idul Fitri dan Idul Adha di Sitinggil Keraton Kasepuhan Cirebon. Rabu (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Gamelan Sekaten berusia tak kurang dari enam abad. Itu adalah alat musik tradisional peninggalan Sunan Gunung Jati, sang penyebar Islam di Tanah Jawa dengan gelar Syekh Syarif Hidayatullah.

Kini, gamelan tersebut hanya ditabuh dua kali dalam setahun, yakni ketika hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Letaknya di Sitinggil, termasuk kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat.

Baca Juga

Gamelan tersebut dinilai ikut berperan dalam penyebaran agama Islam di Cirebon dan sekitarnya pada masa lalu. Sebab, orang-orang yang ingin melihat pertunjukan musik Gamelan Sekaten juga dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat.

Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat menceritakan, Gamelan Sekaten dulu digunakan Sunan Gunung Jati untuk syiar Islam. Pada masa itu, syiar Islam juga dilakukan terutama melalui diplomasi atau pendekatan kebudayaan.

Sebelum Islam disampaikan Sunan Gunung Jati, masyarakat setempat sudah memiliki tradisi dan keyakinan lain. Maka dari itu, penyebaran Islam dikondisikan tidak berhadap-hadapan dengan tradisi yang ada.

"Gamelan ini disebut Sekaten karena dibunyikan di tempat umum, kemudian didengarkan oleh masyarakat umum," kata Sultan PRA Arief kepada Republika.co.id di Langgar Agung Keraton Kasepuhan usai shalat Idul Fitri, Rabu (5/6).

Ia menjelaskan, masyarakat umum yang ingin menonton dan mendengarkan Gamelan Sekaten harus "membayar." Uniknya metode pembayarannya tidak memakai uang, tetapi dengan mengucapkan syahadatain atau dua kalimat syahadat.

Itulah mengapa gamelan tersebut dinamakan Sekaten, yang asal katanya dari syahadat atau syahadatain (dua kalimat syahadat).

photo
Gamelan Sekaten peninggalan Sunan Gunung Jati berusia 600 tahun yang ditabuh setahun dua kali saat Idul Fitri dan Idul Adha di Sitinggil Keraton Kasepuhan Cirebon. Rabu (5/6).

Sekarang, Gamelan Sekaten ditabuh dua kali dalam setahun sebagai tradisi pada Idul Fitri dan Idul Adha. Momennya dilangsungkan setelah Sultan Cirebon melaksanakan shalat Idul Fitri di Langgar Agung. Area itu dibangun pada abad ke-15 dan termasuk kompleks Keraton Kasepuhan. Selanjutnya, sultan disebutnya melaksanakan shalat Idul Fitri lagi di Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Dalam perjalanan kembali ke dalam keraton, sultan akan mampir ke Sitinggil menonton Gamelan Sekaten. Kemudian sultan kembali ke kediamannya. Sekarang gamelan tersebut akan dibunyikan dari pagi sampai siang sebagai tradisi.

"Gamelan Sekaten dibunyikan dari pagi sampai dengan siang hari, dulu gamelan itu digunakan untuk syiar Islam dan sekarang dibunyikan hanya setahun dua kali yaitu saat Idul Fitri dan Idul Adha," papar Sultan PRA Arief.

photo
Gamelan Sekaten peninggalan Sunan Gunung Jati berusia 600 tahun yang ditabuh setahun dua kali saat Idul Fitri dan Idul Adha di Sitinggil Keraton Kasepuhan Cirebon. Rabu (5/6).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement