Kamis 06 Jun 2019 09:05 WIB

Prayut Chan-o-cha Terpilih Jadi Perdana Menteri Thailand

Panglima militer Thailand Prayut Chan-o-cha terpilih sebagai perdana menteri.

Rep: Fergi nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
Prayut Chan-o-cha, perdana menteri Thailand terpilih.
Foto: rappler
Prayut Chan-o-cha, perdana menteri Thailand terpilih.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Thailand kini memiliki perdana menteri baru, Rabu (5/6) malam waktu setempat. Panglima militer Thailand Prayut Chan-o-cha terpilih sebagai perdana menteri sipil pertama kerajaan sejak kudeta 2014 yang dipimpinnya.

Pemilihannya terjadi dalam pemungutan suara oleh parlemen yang ditunjuk dari sekutu konservatif, bangsawan-kerajaan yang konservatif. Prayut menyingkirkan penantang tunggalnya, miliarder berusia 40 tahun yang karismatik Thanathorn Juangroongruangkit yang memimpin blok anti-militer. 

 

Prayut mengumpulkan 500 suara, sementara 244 untuk Juangroongruangkit. Kemenangan bagi pensiunan jenderal itu dijamin oleh dukungan dari senat yang beranggotakan 250 orang yang dipilih sendiri. Kekakalahan dukungan terjadi oleh partai-partai sekunder utama ke dalam koalisi yang berafiliasi dengan tentara setelah pembicaraan di belakang.

 

Senat ditunjuk oleh pemerintah militer, termasuk sejumlah perwira militer dan loyalis. Pemilihannya melengkapi perjalanan karir bagi Prayut yang berusia 65 tahun dari kepala tentara yang menggulingkan pemerintahan sipil terakhir menjadi perdana menteri.

 

Para kritikus mengatakan, Prayut mewakili elit yang sempit dan tidak memiliki visi untuk memerintah sebagai pemimpin sipil. Hal itu terlihat setelah gagal sebagai pemimpin militer untuk menghidupkan kembali ekonomi Thailand, menjembatani ketidaksetaraan yang kejam atau menyembuhkan perpecahan politik.

 

Setelah penghitungan suara, Thanathorn yang menantang bersumpah untuk bekerja lebih keras untuk membangun front pro-demokrasi Thailand. "Diktator tidak bisa menahan angin perubahan selamanya," katanya seperti dikutip Channel News Asia, Kamis (6/6).

 

Dengan kritik pedasnya terhadap militer dan politik konservatifnya, Thanathorn dipandang sebagai ancaman serius jangka panjang terhadap kemapanan PM terpilih. Kendati demikian, dia dikepung oleh kasus-kasus pengadilan yang bisa membuatnya dilarang dari politik dan bahkan dipenjara.  Dia bahkan tidak bisa memasuki gedung parlemen pada Rabu karena tuntutan hukum terhadapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement