REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perdamaian menjadi jalan prioritas dalam penyelesaian bentrok warga antarkampung di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra). Mabes Polri mengatakan, meski penegakan hukum akan tetap dilakukan terhadap pelaku dan provokator kerusuhan. Namun upaya rekonsiliasi masyarakat Desa Sampaobalo dan Gunung Jaya, fokus utama untuk mengakhiri situasi mencekam di wilayah tersebut.
“Kepolisian setempat saat ini masih fokus untuk mendata korban-korban dan fokus untuk mendamaikan terlebih dahulu,” kata Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Jakarta, pada Jumat (7/6). Kata dia dari pendataan sementara dua orang dinyatakan meninggal dunia saat kejadian, sedangkan delapan lainnya luka-luka, serta 87 rumah warga hangus terbakar.
Polri dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan tokoh-tokoh masyarakat berhasil meredam bentrokan susulan. Ia menambahkan, situasi di wilayah tersebut, pun kondusif meski masih dalam keadaan yang masih rentan. Karena setelah tawuran antara dua warga desa tersebut, sampai Jumat (7/5), sudah tercatat 870-an orang mengungsi lantaran ketakutan, dan sebagian kehilangan tempat tinggal.
“Sekarang situasi dan keamanan sudah terkendali,” kata Dedi.
Sebagai kepastian keamanan, kata Dedi saat ini personel kepolisian dan TNI bekerja sama untuk memberikan rasa tak was-was kepada warga yang masih bertahan di lokasi. Polri menerjunkan tiga SSK Brimob, atau setara dengan 300 personel, ditambah dari personel militer sebanyak dua SST. Satuan keamanan tersebut, berjaga di dua perkampungan dan di perbatasan antara kedua desa.
Bentrok warga Desa Sampaobalo dengan masyarakat Gunung Jaya terjadi, pada Selasa (4/6) malam sampai Rabu (5/7). Atau persisnya saat malam takbiran, dan Idul Fitri. Tawuran terjadi lantaran aksi konvoi warga dari Desa Sampuabalo yang menggunakan sepeda motor melintas ke Desa Gunung Jaya. Gara-gara knalpot motor yang bising dari warga konvoi, menggangu masyarakat lain yang terlintasi. Bentrokan pun tak terhindarkan.
Dari lokasi kejadian, Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Holdenhurt memastikan, Kapolda Sultra Brigjen Iriyanto, sampai Jumat (7/6), masih berada di perbatasan kedua desa untuk menjamin keamanan. Kata dia, mediasi antar warga, bersama tokoh-tokoh masyarakat kedua desa dan agamawan terus dilakukan.
“Yang menjadi pekerjaan kita sekarang ini, untuk memastikan kerusuhan tidak terulang lagi. Supaya masyarakat bisa meredam emosinya,” ujar dia saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/6) petang.
Harry mengatakan, meski rekonsiliasi untuk berdamai menjadi prioritas utama, memang penegakan hukum tak bisa ditanggalkan. Hanya menurut dia, proses tersebut ada waktu yang tepat setelah usaha berdamai pungkas. “Sambil kita mengupayakan perdamaian, penegakan hukum tetap kita lakukan. Kita (Kepolisian) saat ini sedang bekerja untuk membuat situasi yang damai dan memberikan keamanan bagi kedua warga,” kata dia. Soal pelaku dan provokator tawuran, Harry menegaskan tetap dalam proses penyelidikan.