REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO— Presiden Sri Lanka, Maithripala Sirisena, pada Jumat (8/6), mengkritik penyelidikan kasus pengeboman Minggu Paskah oleh parlemen, sehari setelah testimony oleh dua sosok penting yang menuduhnya tidak becus menangani keamanan nasional negara.
Serangan 21 April yang diklaim ISIS menewaskan lebih dari 250 orang meskipun Badan Intelijen India berulangkali telah memperingatkan pihak berwenang Sri Lanka bahwa ada komplotan yang sedang merencanakan serangan.
Komisi Pemilihan Parlemen, yang dipimpin sekutu rival Perdana Menteri Sirisena, Ranil Wickremesinghe, sedang mendalami serangan guna mengindentifikasi kemungkinan penyimpangan yang membuat militan garis keras menargetkan sejumlah hotel dan gereja.
Pada Kamis (7/6), Inspektur Jenderal Kepolisian Pujith Jayasundara di hadapan parlemen mengatakan Sirisena memintanya bertanggung jawab atas serentetan pengeboman. Dia pun diminta mundur.
Namun, Jayasundara menolak meninggalkan jabatannya meskipun dijanjikan jabatan diplomatik sebagai imbalan.
Mantan menteri pertahanan Sri Lanka, Hemasiri Fernando juga memberikan kesaksian pada Kamis, dengan mengatakan presiden menginstruksikan agar Wickremesinghe didepak dari pertemuan dewan keamanan.
Sirisena belum membahas tuduhan tersebut secara terbuka. Juru bicara pun tidak menanggapi permintaan untuk diminta berkomentar tentang mereka.
Pada Jumat, Sirisena mengatakan kepada pejabat kepolisian bahwa dia menentang penyelidikan tersebut.
"Saya tidak menerima komisi pemilihan dan saya tidak akan mengirim anak buah saya untuk komisi tersebut," kata dia sebelum menggelar rapat darurat kabinet pada Jumat malam.