REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemerintah Daerah Banyuwangi menawarkan atraksi tradisi bersih desa atau yang dikenal dengan "Barong Ider Bumi" kepada wisatawan saat libur Lebaran Idul Fitri 1440 Hijriah.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (8/6), mengatakan Banyuwangi konsisten menjaga tradisi warganya sebagai bentuk mempertahankan kearifan lokal.
Anas meyakini, kearifan lokal yang dibangun para leluhur itu dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan alam dan kehidupan warganya. "Ini adalah cara nguri-nguri budaya yang ditradisikan Banyuwangi. Banyuwangi boleh saja maju, Banyuwangi juga boleh berkembang, tapi budaya Banyuwangi tidak boleh tertinggal dari pergaulan global. Oleh karena itu, sesibuk apapun, kami akan terus menjaga kelestarian budaya, salah satunya lewat balutan festival semacam ini," tutur Anas.
Atraksi tersebut digelar pada Lebaran hari kedua Kamis (6/6) di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur.
Barong Ider Bumi adalah ritual tolak bala (bencana) yang sudah turun-temurun dilakukan warga Desa Using (suku lokal setempat) sejak ratusan tahun yang lalu.
Ritual ini digelar setiap 2 Syawal atau lebaran hari kedua dan tradisi ini ditandai dengan mengarak barong mengelilingi desa yang diakhiri dengan kenduri massal oleh warga di sepanjang jalan desa. Acara Barong Ider Bumi diisi oleh berbagai ritual dan kegiatan mulai dari ritual "sembur othik-othik".
Ritual ini dilakukan dengan cara merebutkan uang koin yang dicampur beras kuning serta bunga. Anak-anak langsung berebut mencari uang yang terjatuh di tanah. Sambil berebut mereka riang gembira, tanpa ada rasa bermusuhan. Usai sembur othik-othik, seluruh warga mengarak tiga barong using yang diyakini bisa mengusir bencana.
Pada kesempatan tersebut Bupati Anas turut berbaur bersama warga dan sesepuh desa mengikuti prosesi selamatan bersih desa tersebut sambil mengendarai kereta kencana menuju perbatasan desa.