REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyoroti aksi Rofik Asharuddin (23 tahun), tersangka upaya bom bunuh diri di Pos Polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah pada Senin (3/6) lalu. Arsul menekankan aparat tidak boleh lengah, meski aksi tersangka masih tergolong amatir karena merupakan pelaku tunggal atau sleeping sel.
Menurutnya, aparat harus mengantisipasi pola rekruitmen pelaku teror melalui media sosial seperti yang terjadi pada tersangka Rofik melalui media sosial facebook.
"Meski kasus percobaan bom di Pos Pol Kertasura itu tergolong masih amatir, tapi poinnya adalah bahwa rekrutmen terhadap anak-anak muda melalui berbagai media sosial tetap aktif dilakukan oleh sel-sel kelompok terorisme," ujar Arsul saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (8/6).
Menurut anggota Pansus RUU Antiterorisme itu, tidak menutup kemungkinan, ada orang lain seperti Rofik yang terpapar paham radikal dan teror dan berencana melakukan aksi serupa. Apalagi, pelaku dalam keterangannya kepada kepolisian mengungkap berkomunikasi dengan teman-temannya yang juga lone wolf.
Untuk itu, Arsul menilai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) perlu meningkatkan koordinasi dengan instansi intelejen untuk mendeteksi kelompok-kelompok teror dengan berbagai pola.
Menurutnya, jangan sampai aksi teror kembali terulang, meski ledakan bom juga diketahui berdaya rendah atau low eksplosif.
"BNPT perlu meningkatkan kordinasi antar instansi intelejen agar deteksi terhadap kelompok-kelomlok teroris dan jaringan-jariangannya bisa diketahui sebelum mereka beraksi," kata Arsul.
Tersangka Rofik melakukan upaya bom bunuh diri di depan Pos Pengamanan I Tugu Kartasura pada Senin sekitar pukul 22.45 WIB. Diketahui, Rofik telah berbaiat dengan pimpinan ISIS sejak 2018.
Kepolisian terus menyelidiki jaringan komunikasi yang terjalin antara Rofik Asharudin dengan ISIS melalui media sosial Facebook. Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo pada Rabu (5/6) mengatakan berdasarkan informasi Densus 88, Rofik merupakan pelaku tunggal atau bisa juga disebut dengan sleeping sel. Namun Rofik melakukan komunikasi dengan sleeping sel lainnya.
Rofik juga saling tukar pengalaman merakit bom dengan orang-orang yang hendak melakukan aksinya secara lone wolf lainnya.
"Memang dia tak terafiliasi oleh jaringan JAD atau kelompok teroris yang terstruktur tapi dia miliki jaringan komunikasi dengan sleeping sel yang lain, itu yang sedang didalami. Kemudian dia juga membagi tukar menukar pengalaman merakit bom antara sesamalone wolf," katanya.
Selain itu, Rofik juga disebut polisi kerap berkomunikasi dengan pimpinan ISIS di Suriah sejak 2018 dan dibaiat pada akhir 2018.