Ahad 09 Jun 2019 23:35 WIB

Airnav Yogyakarta Terima 14 Laporan Balon Udara

14 laporan balon udara ini terhitung sejak 4-8 Juni 2019

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Balon yang dilepas ke udara ini kadang menyangkut di pepohonan atau dimakan binatang.
Foto: Flickr
Balon yang dilepas ke udara ini kadang menyangkut di pepohonan atau dimakan binatang.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- General Manager Airnav Yogyakarta, Nono Sunariyadi, mengaku sudah menerima 14 laporan soal balon-balon udara liar. Angka tersebut terhitung sejak 4-8 Juni 2019.

"Untuk laporan penerbangan balon liar sampai (8/6) kemarin itu ada 14 yang dilaporkan untuk wilayah Yogyakarta," kata Nono di Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Ahad (9/6).

Namun, 14 laporan itu tidak melulu tiap satu laporan satu balon. Ada pilot-pilot yang dalam satu laporan melihat tiga, lima bahkan belasan balon-balon liar satu kali terbang.

Tahun lalu, periode yang sama, Airnav Yogyakarta menerima 29 laporan. Jadi, dibandingkan tahun lalu, memang ada penurunan cukup banyak atau sekitar 50 persen.

Namun, ia menekankan, balon-balon udara liar sangat mengganggu penerbangan. Sehingga, tetap dilakukan sosialisasikan peraturan menggandeng Polisi, TNI, Camat dan tokoh-tokoh masyarakat.

Nono berharap, penerbangan balon-balon udara secara liar tidak dilakukan lagi. Karenanya, Airnav telah pula mengakomodir dalam bentuk festival balon udara. "Dengan diikat ketentuan-ketentuan yang sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2018," ujar Nono.

Ia menyayangkan, hingga hari ini masih terus ada orang-orang yang menerbangkan balon udara secara liar. Utamanya, di jalur-jalur penerbangan yang menuju Yogyakarta.

Ada jalur dari Jakarta, Cilacap ke Yogyakarta, dan dari Jakarta, Cirebon, Indramayu dan Yogyakarta. Nono mengungkapkan, ketinggian balon-balon liar itu banyak pula yang melebihi 3.000 kaki lebih.

Padahal, ia merasa, Airnav sudah intens melakukan sosialisasi terkait peraturan penerbangan balon udara. Mulai 2015, 2016, 2017 dan 2018, sudah empat kali mengadakan sosialisasi di Wonosobo.

"Ketentuannya, diameternya empat meter, tinggi balon tujuh meter, kemudian diikat ketinggian terbang maksimum 150 meter, tapi kalau sudah dilepas ketinggian dan arah tidak jelas," kata Nono.

Sejauh ini, Airnav menemui balon-balon itu merupakan milik komunitas-komunitas. Selain itu, di Wonosobo biasanya satu RT atau satu RT memiliki acara-acara serupa.

Menurut Nono, dulu komunitas-komunitas balon udara seperti itu terkoordinir. Sayangnya, hari ini sudah tidak ada, sehingga diakomodir dalam bentuk festival. "Sekarang yang sedang kita tangani yang liar-liar tadi, yang tidak terkoordinir," ujar Nono.

Nono berpendapat, selama ini kejadian-kejadian balon udara liar terus terjadi lantaran dirasa sebagai tradisi syawalan. Walaupun, sudah mengetahui ada peraturan terkait itu.

Selain itu, ia merasa, masih banyak masyarakat yang belum pula menyadari itu mengganggu penerbangan. Karenanya, secara intens sosialisasi terus dilakukan.

"Kita baru melakukan (tindakan) secara persuasif, sosialisasi, tapi akan ditindak tegas kalau sudah disampaikan persuasif tapi masih melanggar," kata Nono.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement