REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Selama 9 hari pertama Juni 2019, tidak kurang 90 guguran lava pijar sudah dimuntahkan Gunung Merapi. Selain itu, sudah ada empat kali guguran awan panas yang meluncur ke hulu Kali Gendol.
Angka 90 guguran lava pijar tentu terbilang tinggi untuk Gunung Merapi. Terlebih, jika dibandingkan aktivitas dari periode yang sama pada bulan-bulan sebelumnya.
Pada Mei, misalnya, selama 9 hari pertama baru terjadi 38 guguran lava pijar. Angka yang lebih kecil dicatatkan 9 hari pertama April yang baru mengeluarkan 24 guguran lava pijar.
Selain itu, untuk awan panas, empat guguran yang sudah dicatatkan selama 9 hari pertama Juni terbilang tinggi jika dibandingkan Mei 2019. Pasalnya, sepanjang Mei, cuma ada empat guguran awan panas.
Uniknya, jika melihat aktivitas April, angka yang sama dicatatkan 9 hari pertama kala itu. Pasalnya, hingga 9 April 2019, Gunung Merapi turut mencatatkan empat kali guguran awan panas.
Untuk Juni, aktivitas dua hari terakhir memang sangat tinggi. Jika 8 Juni 2019 terjadi 19 guguran lava pijar, sebanyak 23 guguran lava pijar dimuntahkan pada 9 Juni 2019.
Praktis, cuma 4 Juni 2019 yang tidak memiliki aktivitas berupa guguran lava pijar maupun awan panas. Untuk lava pijar, jarak luncur terdekat 250 meter dan terjauh 1.100 meter.
Sedangkan, jarak luncur awan panas terdekat 1.000 meter terjadi pada Ahad (9/6) dan terjauh 1.200 meter pada awal Juni (1/6). Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) masih menetapkan status waspada.
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida, hingga Selasa (10/6) pagi masih merekomendasikan radius tiga kilometer dari puncak agar tidak ada aktivitas manusia, kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian BPPTKG. Masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa di luar radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi seraya mewaspadai bahaya lahar.
"Terutama, saat terjadi hujan di sekitar puncak Gunung Merapi," kata Hanik.
Naiknya aktivitas kerap dibarengi kemunculan aneka hoaks seputar Gunung Merapi. Beberapa hari terakhir, sempat muncul kabar bohong soal terjadinya hujan abu di sekitar Sleman.
Untuk itu, BPPTKG turut menekankan agar masyarakat memperhatikan informasi dari sumber-sumber resmi. Baik radio komunikasi, telepon, maupun media-media sosial BPPTKG, seperti Facebook dan Twitter.