REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan Indonesia akan melakukan reekspor sampah plastik yang masuk secara ilegal.
"Sampah yang masuk ke Indonesia, yang ada plastik itu, pasti tidak legal. Dan pada dasarnya ketentuannya ada, oleh karena itu kita akan melakukan reekspor," kata Siti usai melakukan halalbihalal dengan jajarannnya di Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (10/6).
Menurut dia, masuknya sampah-sampah plastik secara ilegal ke Indonesia sebenarnya bukan baru pertama terjadi. Pada 2015-2016, Indonesia juga sempat melakukan reekspor puluhan kontainer.
"Langkah-langkahnya (reekspor) sudah bisa dilakukan. Hari ini akan dirapatkan di tingkat Dirjen. Pasti kita akan rapat dengan Bea Cukai, Menko Ekuin (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian) dan (Menteri) Perdagangan," ujar Siti.
Sebelumnya, Peneliti ICEL Fajri Fadillah mengatakan dua aturan tentang sampah impor yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 tentang Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sudah cukup kuat untuk mengontrol impor limbah. Namun, implementasinya yang masih perlu diawasi.
"Pemerintah perlu mengevaluasi kembali perusahaan yang memiliki izin impor plastik dan paper scrap, apakah sudah sesuai perizinan, dan apakah praktik yang mereka lakukan tidak mencemari lingkungan," kata Fajri.
Indikasi impor sampah plastik tersebut ditemukan secara nyata di beberapa daerah di Indonesia, seperti Gresik, Jawa Timur. Beberapa bentuk sampah seperti serpihan plastik bercampur kertas yang tidak bisa didaur ulang, yang biasanya digunakan untuk bakar tahu atau bahan bakar lainnya, serta sampah plastik, yang bentuknya beragam berupa jenis botol, sachet, kemasan makanan, personal care, serta produk rumah tangga ditemukan di sana.
Impor sampah plastik yang terjadi di Gresik Jawa Timur merupakan kegiatan yang dilarang dan diancam pidana menurut Pasal 29 Ayat (1) Huruf b jo Pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Penyidik harus mengusut tindakan impor sampah plastik tersebut," kata Fajri.
Pada 2018, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan impor sampah plastik Indonesia sebesar 141 persen (283.152 ton). Angka tersebut merupakan puncak tertinggi impor sampah plastik selama 10 tahun terakhir, di mana pada 2013 impor sampah plastik Indonesia sekitar 124.433 ton. Namun, peningkatan impor sampah plastik tidak dibarengi dengan angka ekspor, malah pada 2018 angka ekspor menurun 48 persen (98.450 ton).
Angka itu menandakan ada 184.702 ton sampah yang masih ada di Indonesia, di luar beban pengelolaan sampah domestik di negara sendiri.
Pegiat lingkungan dari BaliFokus Mochamad Adi Septiono sebelumnya juga mengatakan Indonesia perlu mengantisipasi dampak kebijakan National Sword dari Cina yang membatasi secara ketat impor sampah plastik. Negeri Tirai Bambu sebelumnya menyerap 45,1 persen sampah dunia, namun sejak Maret 2018 telah membatasi impor sampah.
"Sampah-sampah yang dihasilkan oleh negara-negara seperti Amerika biasanya dikirim ke Cina, kini setelah Cina melakukan kebijakan tersebut, negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam menjadi sasarannya," ujar dia.