REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kasus sengatan ubur-ubur yang menimpa sejumlah wisatawan yang berenang di tepian pantai di sejumlah daerah cukup menghebohkan. Menurut Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi, kemunculan ubur-ubur secara massive menandakan masuknya musim kemarau.
"Fenomena ini memang biasa terjadi pada bulan Juni dan Juli," terang Brahmantya, Senin (10/6).
Menurutnya fenomena kemunculan ubur-ubur ini juga ada di sepanjang pantai Selatan Jawa mulai dari Yogyakarta, Kebumen, Cilacap, Palabuhanratu, dan Lebak (Bagedur, Sawarna, dan Binuangeun). Adapun ubur-ubur yang muncul pada saat ini, berciri fisik warna berwarna biru bening. Kebanyakan masyarakat Jawa barat menyebutnya dengan Pulus Jalastrong, ada pula Ubur-ubur Api hingga Blue bottle dari genus physalia.
Fenomena kemunculan ubur-ubur khususnya di wilayah Banten ini menurutnya sudah diimbau oleh (aparat) di Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Lebak secara berkala. "Provinsi dan kabupaten sudah sampaikan secara berkala imbauan dan peringatan sesuai wewenangnya. Karena wewenang di sini (wisata pesisir-red) terbagi jadi dua, yaitu wisata pantainya di Kabupaten dan wewenang perairan ada di provinsi. Sementara Tim KKP tergabung di koordinasi dengan daerah," ujarnya.
Sementara menurut Kabid Destinasi Pariwisata, Dinas Pariwisata Banten, Paundra Bayyu Ajie, upaya pencegahan akan sengatan ubur-ubur bagi wisatawan yang berlibur di Pantai sudah dilakukan. Salah satu bentuknya adalah dengan memberikan informasi akan bahaya menyentuh ubur-ubur bagi wisatawan yang dilakukan para Balawista (Badan Penyelamat Wisata Tirta).
Sebanyak 124 personel Balawista dikerahkan di momen libur lebaran ini yang terbagi menjadi 20 posko keselamatan yang disebar di seluruh Banten. "Salah satu tugasnya (Balawista) adalah memberikan imbauan kepada wisatawan. Jadi ketika mereka datang, para pendampingnya itu diberikan arahan seperti batasan berenang, titik berenang yang boleh di mana saja dan mana yang tidak. Itu Balawista keliling terus pakai megaphone memberikan imbauan," ucapnya.
Pemasangan rambu keselamatan di titik-titik tertentu yang berpotensi terjadi kecelakaan juga sudah dilakukan oleh personel Balawista sepagai langkah pencegahan. Pada setiap destinasi wisata khususnya di kawasan wisata terbuka seperti pantai juga sudah disiagakan petugas medis dari Dinas kesehatan, Puskesmas hingga Palang Merah Indonesia (PMI) untuk menangani keluhan kesehatan atau kecelakaan yang terjadi.
"Salah satu contoh seperti di Pantai Carita itu bisa dibilang sebagi Puskesmas wisata yang memang banyak persediaan obatnya untuk obat tersengat hewan laut. Kita kerja sama juga dengan Dinas Kesehatan agar obat untuk penanganan kasus tersengat hewan laut itu supaya ready," terang Bayu.
Bayu juga menuturkan bahwa pihaknya selalu mengevaluasi masalah-masalah yang terkait pariwisata, sehingga dirinya mengklaim selalu ada perbaikan pelayanan pariwisata yang dilakukan setiap tahunnya.
Sebelumnya, 30 wisatawan Pantai Bagedur, Kabupaten Lebak, pada Sabtu (8/6) tersengat ubur-ubu. Mayoritas korban adalah anak-anak yang menurut salah seorang relawan medis di bagedur Dika febriana (26 tahun) terjadi karena rasa ingin tahu mereka untuk memegang hewan laut.
"Kemarin ada 30 wisatawan yang kena sengatan ubur-ubur, kebanyakan korban itu masih anak-anak, karena mungkin rasa ingin tahu mereka jadi mereka pegang ubur-ubur itu," Relawan PMI Kabupaten Lebak Dika febriana.
Tercatat sebanyak 320 wisatawan di Pantai Pesisir Banten telah tersengat hewan laut di tahun 2018. Jumlah ini lebih banyak dari jumlah korban di tahun-tahun sebelumnya, seperti 115 kasus pada 2017 dan 170 kasus pada tahun 2016. Untungnya tidak pernah terjadi korban jiwa akibat sengatan hewan laut di Banten ini.
Kejadian sengatan ubur-ubur serupa juga menimpa sejumlah wisatawan di Palabuhanratu dan Pantai Gunungkidul.