REPUBLIKA.CO.ID, NUR SULTAN — Presiden Interim Kazakhstan, Kassym Jomart Tokayev memenangkan Pemilu 2019 dengan telak. Sekutu politik Presiden Nursultan Nazarbayev itu, memenangi pesta demokrasi dengan tingkat keterpilihan mutlak 71 persen. Namun hasil tersebut memicu kerusuhan antara sipil dan kepolisian yang berujung aksi penangkapan ratusan demonstran dan wartawan.
Para demonstran menganggap pemilu di negeri itu curang. AP melaporkan, Komisi Pemihan Umum (KPU) Kazakhstan mengumumkan hasil pemilu pada Senin (10/6) waktu setempat. Pemilu pada hari itu, pun dipercepat dari jadwal yang sudah ditentukan. Sejumlah pemilik hak pilih tak dapat menggunakan hak demokrasinya untuk menentukan presidennya.
Pada hari yang sama, KPU setempat memastikan kemenangan Tokayev atas enam kandidat lainnya. Pesaing terberat Tokayev, dari kelompok oposisi yakni Amirzhan Kosanov yang diumumkan terpilih di angka 16 persen. Setelah diumumkan, sekitar 500-an kelompok masyrakat bersama pemuda memadati kota utama Kazakhstan di Nur Sultan yang menjadi basis pemerintahan.
“Mereka menolak hasil pemilu yang curang,” begitu menurut kantor berita AP yang dilansir Senin (10/6). Para demonstran menganggap, hasil pemilu memenangkan Tokayev sebagai aksi perpindahan kekuasan dari Nazarbayev yang dianggap rakyatnya sebagai pemimpin diktator. Nazarbayef dan Tokayev adalah mitra politik yang tak disukai masyarakatnya sendiri.
Upaya menjatuhkan Nazarbayev dari kursi kekuasaan tak pernah berhasil. Ia menguasa Kazakhstan selama 29 tahun sejak negeri itu bebes dari belenggu Uni Soviet pada 1990 silam.
Hampir tiga abad berkuasa, Nazarbayev menolak pergantian kekuasan. Namun pada Maret 2019, Nazarbayev memilih mundur. Partai penguasa pemerintahan, Nur Otan mengajukan Tokayev sebagai interim.
Transisi kekuasaan tersebut berjalan mulus. Akan tetapi mendesak pemerintah untuk segera melaksanakan pemilu. Pada Senin, Tokayev resmi menggantikan Nazarbayev setelah KPU setempat mengumumkan keterpilihan mantan ketua senat Kazakhstan tersebut. Akan tetapi, hasil tersebut tak disukai. Warga berbondong-bondong menolak hasil pemilu itu kejalanan.
Sampai Senin (10/6) malam waktu setempat, sekitar 100 demonstran ditangkap kepolisian lantaran aksi protes menolak hasil pemilu. Mereka dituduh melakukan perlawanan dan pembangkangan terhadap pemerintah. Mereka yang ditangkap kebanyakan pemuda dan perempuan. Aksi penangkapan juga dilakukan kepolisian terhadap pewarta internasional.