REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkisah, pada masa lalu terdapat seorang yang kaya raya. Orang itu memiliki dua kebun anggur yang sangat luas. Dua kebun itu pun dikelilingi pohon-pohon kurma yang sangat rindang.
Di antara dua kebun itu ada ladang yang amat subur. Sungai pun mengalir di celah kedua kebun. Tak pernah pria itu mengalami gagal panen. Dua kebunnya selalu menghasilkan buah sangat melimpah.
Alhasil, harta pria itu pun menggunung. Ia memiliki kekayaan yang besar dari bisnis dua kebunnya. Karena kekayaannya, ia pun memiliki kedudukan terhormat di masyarakat. Warga sekitarnya sangat menghormatinya. Namun, pria ini merupakan seorang kafir yang tak meyakini kekuasaan Allah. Maka, sifat congkak pun menguasai hatinya dan menambah kekafirannya.
Suatu hari, pria itu bertemu dan bercakap dengan seorang temannya. Berbeda dengannya, teman itu merupakan pria miskin. Jangankan kebun, sebatang pohon pun pria itu tak punya. Dibanding dengan si pemilik kebun, kekayaan pria itu bagai langit dan bumi.
Namun, kendati hidupnya sulit, pria miskin itu merupakan seorang Muslim yang taat kepada Allah. Saat bertemu dengan kawan miskin itu, sang pemilik dua kebun pun segera menyombongkan diri, ia berkata pada kawannya, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat," ujarnya.
Namun, kawan Muslimnya itu hanya diam tak menanggapi. Ia tahu betul bahwa harta tak dapat meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah. Kemudian, pria pemilik kebun membawa pria miskin itu memasuki kebunnya yang luas dan melimpah. Pria kafir itu pun makin besar kepala, ia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembali kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu," katanya sangat congkak.