REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membantah menggunakan informan CIA untuk memata-matai Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un. Trump berbicara sehari setelah Wall Street Journal melaporkan saudara seayah Kim, yakni Kim Jong-nam merupakan informan intelijen CIA. Kim Jong-nam meninggal dunia karena dibunuh di bandara di Kuala Lumpur, Malaysia pada 2017.
"Hal itu tidak akan terjadi di bawah naugan saya, itu pasti. Saya tidak akan membiarkan itu terjadi di bawah naungan saya," ujar Trump kepada wartawan, Rabu (12/6).
Hingga berita ini diturunkan, CIA tidak memberikan komentar terkait hal tersebut. Pasukan keamanan Korut sebagian besar tertutup dari dunia luar. Mereka dianggap sebagai "target keras" oleh komunitas intelijen AS karena sulit merekrut agen dari Korut. Di sisi lain, apabila intelijen AS merekrut agen dari Korut, maka dapat mengancam keamanan regional dan AS.
"Presiden harus memahami untuk menjaga keamanan negara, CIA perlu dapat melakukan tugasnya mengumpulkan dan menganalisis intelijen yang akan mendukung berbagai kebijakan dan inisiatif diplomatik, militer, dan ekonomi," ujar mantan pejabat senior intelijen AS yang beroperasi di Asia Timur, Jung H. Pak.
Washington berusaha membangun kembali momentum dengan Pyongyang setelah mengalami kebuntuan negosiasi mengenai masalah nuklir. Trump dan Kim terakhir kali bertemu pada Februari lalu di Hanoi. Namun pertemuan itu gagal mencapai kesepkatan denuklirisasi.
Pada Selasa (11/6) lalu, Trump menerima surat dari Kim. Menurut Trump, surat tersebut menjadi penanda tentang akan adanya peristiwa positif.
“Saya memang menerima surat yang indah dari Kim Jong-un. Saya menghargai surat itu. Surat yang sangat hangat, sangat bagus,” kata Trump.
Trump mengatakan, Kim sejauh ini menepati janjinya untuk tidak menguji rudal balistik jarak jauh atau melakukan uji coba nuklir. "Dia menepati janjinya padaku. Itu sangat penting, "kata Trump.