REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Anggota suku Batek di Kerajaan bagian Kelantan, Malaysia mengalami demam dan kesulitan bernafas. Satu per satu dari suku nomaden terakhir di Malaysia itu mulai meninggal secara mendadak.
Penyebab kematian mereka diduga akibat infeksi, polusi, atau keracunan air. Selama sebulan terakhir, 14 orang anggota suku Batek meninggal. Sedangkan 50 orang lainnya baru saja dibawa ke rumah sakit. Adapun 47 orang lagi sudah ditangani karena masalah pernafasan.
Penyebab pasti jatuh sakitnya puluhan orang anggota suku Batek masih misterius. Namun, petugas pemerintah setempat sudah mulai menginvestigasinya. Bahkan mereka mengecek jenazah yang sudah dikubur.
"Kami mencari penyebab mengapa banyak sekali anggota suku yang meninggal. Mungkin saja karena infeksi tapi kami belum tahu secara pasti sampai sekarang," kata Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Senin (10/6), dilansir The Guardian, Rabu (13/6).
Suku Batek merupakan satu dari tiga kelompok masyarakat pedalaman di Malaysia. Diperkirakan hanya tinggal 12 permukiman suku Batek yang masih tersisa. Anggota suku Batek kian menurun drastis seiring sulitnya akses kesehatan, deforestasi dan keracunan dari kegiatan tambang serta kebun kelapa sawit.
Warga desa setempat, Adidas Om merasa cemas dengan meningkatnya kasus kematian. Ia bahkan sudah membawa dua anak perempuannya ke rumah sakit karena mengalami gangguan pernafasan.
"Saya sangat cemas. Selain anak saya, para tetangga juga mengalami hal serupa dan beberapa di antaranya meninggal," ujarnya.
Warga lainnya, Inja Punai menduga mata air mereka sudah tercemar oleh kegiatan pertambangan. Memang di dekat desa Kuala Koh terdapat tambang bijih besi.
"Kami tidak menuduh tapi menduga ada polusi air karena limbah kimia," ucapnya.
Menteri Kesehatan Dzulkefly Ahmad tidak mengesampingkan tercemarnya lingkungan sebagai penyebab penyakit misterius. "Memang ada tambang di sana dan masalah paru-paru bisa saja disebabkan kegiatan tambang," ujarnya.