REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo masih membuka kemungkinan untuk partai yang bukan koalisinya pada periode 2019-2024 untuk bergabung. Hal ini serupa pada koalisi pemerintahan pada periode 2014-2019.
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla didukung Koalisi Indonesia Hebat, yaitu PDI-P, PKB, Partai NasDem, Partai Hanura, dan PKP Indonesia sejak Pemilu 2014. Selanjutnya, PPP turut bergabung dan pada September 2015, Partai Amanat Nasional juga ikut bergabung, terakhir, pada Januari 2016, Golkar secara resmi ikut bergabung.
"Ya gabung, gabung saja. Saya kan selalu terbuka, siapapun yang mau bersama-sama membangun negara ini, memajukan negara ini ayo. Kita ini kan tidak kenal oposisi murni, tidak ada, jadi ya kita yang paling penting komunikasi," kata Presiden Joko Widodo dalam wawancara khusus dengan Tim LKBN Antara di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (12/6).
Presiden mengaku rahasianya untuk menjaga kekompakan koalisi partai pengusung dalam pemerintahan periode 2014-2019 adalah komunikasi. Jokowi menyatakan selama lima tahun pemerintahan Jokowi-JK tidak ada masalah dalam koalisi.
"Lima tahun kemarin tidak ada masalah, semua dengan komunikasi, baik dengan ketua umum partai, dengan sekjen-sekjen (partai politik), semua bisa dibicarakan. Saya kira dari pengalaman tidak ada masalah," kata Jokowi.
Dari sembilan partai yang memenuhi ambang batas parlemen 4 persen, lima di antaranya adalah partai koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin, yaitu PDIP, Golkar, PKB, Nasdem dan PPP lolos dengan total perolehan suara mencapai sekira 54,5 persen. Namun, Presiden menegaskan tidak pernah membahas jatah menteri untuk satu parpol tertentu.
"Tanya saja ke partai-partai, apa pernah kita bicara masalah menteri atau menteri apa? Tidak pernah, beliau-beliau tahu itu hak prerogatif presiden, ya logis persentase ''gede'' masa diberi menteri satu, yang persentase kecil diberi menteri empat, ya tidak begitu, bukan penjatahan, normal saja," ungkap Presiden.