REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto berjanji tidak akan melakukan pembatasan akses media sosial (medsos) selama sidang perselisihan hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Wiranto, tindakan membatasi akses media sosial tidak diperlukan jika situasi cukup aman dan lalu lintas media sosial tidak membahayakan.
"Saya sudah berjanji kalau keadaannya cukup aman, tidak ada kegiatan medsos yang ekstrim ya tidak akan diapa-apain (pembatasan medsos), ngapain cari kerjaan seperti itu dan kemudian merugikan kepentingan masyarakat," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/6).
Menurut Wiranto, pembatasan media sosial yang dilakukan Pemerintah pada 22-24 Mei lalu dilakukan karena situasi dinilai membahayakan keamanan nasional. Saat itu, lalu lintas media sosial dinilai terlalu ekstrim dan membahayakan keamanan, sehingga Pemerintah melambatkan lalu lintas media sosial. Selain itu, Wiranto mengakui pembatasan media sosial memang merugikan masyarakat.
"Dan itu sudah selesai dan sudah kita cabut kembali, itu keadaan yang betul-betul membutuhkan dan kita udah minta maaf kepada pengguna medsos yang dirugikan, kita minta maaf," ujar Wiranto.
Untuk itu, ia berharap peran serta masyarakat pengguna internet untuk mencegah beredarnya konten berita bohong atau hoaks di media sosial. Menurutnya, arus lalu lintas media sosial akan lancar selama hoaks tidak banyak berkeliaran di media sosial.
"Maka kalau tidak ingin dilemotkan, kalau tidak ingin diganggu lagi medsos itu ya kita mengharapkan masyarakat berpartisiasi, jangan membiarkan hoaks-hoaks yang negatif, merusak, bohong, mengadudomba, itu dibiarkan berkeliaran di negara Indonesia," ujar Wiranto.
Menurutnya peran serta masyarakat diperlukan, meskipun menurut Wiranto, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) telah memblokir situs-situs atau akun yang menyebarkan berita hoaks. "Kan ada banyak, ratusan ribu, kita sudah mentakedown kemarin aja sudah ada 700-an itu masih kecil," katanya.