REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menyatakan tidak perlu membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap kasus kericuhan 21-22 Mei 2019 yang mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia. Said Aqil yakin kepolisian bisa menuntaskan kasus tersebut.
"Pembentukan tim independen itu kalau masalahnya masih sangat samar, seperti Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) waktu kerusuhan Mei 1998," kata Said Aqil kepada wartawan, di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (14/6). Ia mengaku optimistis aparat kepolisian bisa menuntaskan kasus kerusuhan pada aksi massa 21-22 Mei tersebut.
Said Aqil menegaskan kasus kerusuhan Mei 1998 berbeda dengan kasus kericuhan 21-22 Mei 2019. Peristiwa yang terjadi pada awal reformasi belum jelas siapa pelaku yang terlibat maupun tujuannya.
"Nah, kalau kasus yang sekarang kan pelakunya sudah mengaku, sehingga buat apa dibentuk tim (independen). Kalau sekarang tinggal keberanian mengungkap, masalahnya juga sudah jelas. Beda dengan 1998, di mana teknologinya belum maju," kata Said Aqil yang pernah sebagai Wakil Ketua TGPF Kerusuhan Mei 1998.
PBNU pun meyakini kepolisian di bawah komando Kapolri Jenderal Tito Karnavian masih sanggup untuk mengungkap kasus itu hingga tuntas.
"Walaupun ada segannya, tapi bahasa hukum harus tidak pandang bulu," kata dia lagi.
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berharap semua pihak tetap mempercayakan penuntasan kasus tersebut kepada kepolisian. Penanganan kasus itu bukan hanya mencari aktor utama kerusuhan, namun juga pelaku yang menyebabkan tewas 9 warga.
"Memang harus diusut, dong. Itu nyawa orang, siapa yang bunuh. Bagaimana terbunuhnya, tidak ada masalah. Jangan didiamkan orang mati," kata Ryamizard.
Mengenai wacana membentuk tim gabungan yang mengusut kerusuhan 21-22 Mei, kata Ryamizard, sangat bagus sehingga kasus itu bisa cepat diungkap. "Yang penting kasus kerusuhan diusut," kata Ryamizard pula.