REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan tetap membatasi akses data digital pribadi nasabah untuk fintech lending atau pinjaman online. Di lain sisi, sejauh ini memang belum ada undang-undang (UU) perlindungan data pribadi yang bisa menjerat pelaku penyalahgunaan data ini.
"Kami melihat bahwa kalau semua data digital pribadi bisa diakses dan belum ada UU yang bisa menjerat pelaku penyalahgunaan data ini, maka kami dari regulator khusus untuk fintech lending harus sangat mempertimbangkan mengenai relevansi peruntukkan data yang diakses oleh penyelenggara," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi di Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat malam.
OJK, menurut dia, belum akan mengubah ketentuan yang mengatur fintech lending yang hanya bisa mengakses data tiga fitur, yakni kamera, mikrofon, dan lokasi di gawai nasabah peminjamnya sampai munculnya undang-undang perlindungan data pribadi.
"Selama undang-undang ini belum ada, kami akan hentikan akses terhadap data pribadi di luar ketiga fitur tersebut," ungkap Hendrikus.
Sambil menunggu undang-undang perlindungan data pribadi hadir, Hendrikus mengajak Asosiasi Fintech Pendanaan, Badan Sandi dan Siber Negara, serta Kemenkominfo untuk duduk bersama memikirkan langkah-langkah antisipasi yang memungkinkan dibukanya akses data pribadi. Sebelum hal tersebut terlaksana, Hendrikus mengatakan, OJK lebih memilih pemberian akses cukup pada fitur kamera, mikrofon, dan lokasi.
"Ini juga yang membedakan antara fintech legal dan ilegal. Kalau ilegal pasti akan mengakses semua data pribadi nasabahya, sedangkan fintech legal hanya mengakses fitur kamera, lokasi, dan mikrofon ponsel atau gawai nasabahnya," kata Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK itu.
Sebelumnya OJK menetapkan fintech lending yang terdaftar atau berizin hanya boleh mengakses tiga fitur di aplikasi pengguna, yaitu kamera, mikrofon, dan lokasi. Alasan aplikasi fintech hanya boleh mengakses ketiga hal tersebut adalah untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi konsumen.
Hingga awal tahun ini Satgas OJK telah menghentikan dan mempublikasikan 635 entitas fintech lending yang beroperasi tanpa izin atau ilegal. Kegiatan fintech lending ilegal ini sangat merugikan masyarakat, karena seolah-olah memberikan kemudahan namun ternyata menjebak korbannya dengan bunga dan denda yang tinggi, jangka waktu yang singkat, menyalin daftar kontak yang kemudian dipergunakan untuk mengintimidasi atau meneror korbannya kalau tidak mau melunasi pinjamannya.