Sabtu 15 Jun 2019 10:27 WIB

Kepala BMKG Terpilih Sebagai Anggota Dewan Eksekutif WMO

Peran utama DE adalah menetapkan kebijakan dan program kerja WMO.

 Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (berhijab) terpilih sebagai Anggota Dewan Eksekutif World Meteorological Organization (WMO) 2019-2023 mewakili RA V (Pasifik Barat Daya) bersama Australia dan Singapura pada Kongres Meteorologi Dunia ke - 18 yang dilaksanakan di Jenewa, Swiss, pada tanggal 3-14 Juni 2019.
Foto: DOK. BMKG
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (berhijab) terpilih sebagai Anggota Dewan Eksekutif World Meteorological Organization (WMO) 2019-2023 mewakili RA V (Pasifik Barat Daya) bersama Australia dan Singapura pada Kongres Meteorologi Dunia ke - 18 yang dilaksanakan di Jenewa, Swiss, pada tanggal 3-14 Juni 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati terpilih sebagai satu dari 37 anggota Dewan Eksekutif World Meteorological Organization (WMO) 2019 - 2023. Dwikorita dan 36 anggota lainnya mewakili RA V (Pasifik Barat Daya) bersama Australia dan Singapura pada Kongres Meteorologi Dunia ke-18 yang dihadiri 149 negara di Jenewa, Swiss, 3-14 Juni 2019 .

Dwikorita memberikan ucapan terimakasih atas dukungan Kementerian Luar Negeri RI yang telah melakukan kampanye pencalonan dirinya dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, Dwikorita juga mendapatkan dukungan penuh dari Wakil Tetap RI di Jenewa/Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Jenewa (PTRI Jenewa) dan seluruh perwakilan RI di luar negeri.

Terpilihnya kembali Indonesia pada pemilihan Dewan Eksekutif (DE) WMO yg dilaksanakan setiap empat tahun sekali tersebut, menandai 12 tahun secara berturut-turut Indonesia menduduki posisi Anggota Dewan Eksekutif WMO. Peran utama DE adalah menetapkan kebijakan-kebijakan serta program-program strategis WMO untuk empat tahun mendatang (2019 - 2023).

Sebelum terpilih, Kepala BMKG mendapat kepercayaan sebagai keynote speaker bersama jajaran tokoh dunia di bidang Meteorologi, Hidrologi dan Oceanografi, yang disampaikan diSpecial Session on Our Ocean, dalam rangka memperingati United Nation Year of Ocean Decade.

Dwikorita menekankan, untuk mewujudkan keselamatan dan keberlanjutan dalam pemanfaatan dan pembangunan layanan operasional maritim, sangat diperlukan data meteorologi, oceanografi, volkanologi dan tektonik, yang terintegrasi dalam suatu sistem yang handal, mudah diakses dan didukung oleh jaringan komunikasi yang tangguh (jaringan komunikasi yang tidak akan lumpuh dalam situasi darurat).

“Untuk itu, perlu dilakukan observasi yang terstandard secara digital dan otomatis real time, dengan peralatan yg rutin terpelihara dan terkalibrasi, dan dilakukan sertifikasi bagi para pengolah data/analis/forecaster/modeler, untuk merekam/memantau  multi-data tersebut di atas,” ujar Dwikorita, Sabtu (15/6).

Dwikorita menjelaskan jika hal itulah yang sering menjadi kendala/tantangan bagi negara-negara berkembang dalam mewujudkannya. Itu karena berbagai keterbatasan baik keterbatasan teknologi, sumber daya manusia dan dana.

“Mengingat penting dan mendesaknya kebutuhan data ter-standard dan berkualitas dengan sistem yang andal maka diperlukan adanya partnership atau kerja sama dengan berbagai pihak antar negara ataupun dengan pihak swasta melalui 'public-private engagement' seperti yang saat ini sedang disiapkan oleh Indonesia,” lanjutnya.

Dia mengatakan, 'One Observation Policy' juga sangat diperlukan sehingga akan diatur secara nasional di masing-masing negara. Ini untuk menjaga sinergi dan sinkronisasi dalam integrasi data antar lembaga.

Dwikorita menekankan perlunya penguata  keterlibatan masyarakat dengan menerapkan kearifan dan pengetahuan lokal yang relevan untuk mendukung ketangguhan mereka di kawasan pantai yang rawan bencana.

“BMKG atas nama Indonesia pun telah menerima Certificate of Appreciation yang ditandatangani Presiden WMO, David Grimes, karena keberhasilan dan perannya dalam merealisasikan pilot project pembangunan sistem peringatan dini banjir rob di Indonesia pada Indonesia Coastal Inundation Forecasting System (Ina-CIFS) yang baru saja diluncurkan pada Bulan April tahun 2019 ini,” ujarnya.

Dwikorita menambahkan, inovasi domestik BMKG Indonesia yang lain juga telah menjadi bahan percontohan. Seperti sistem Cataloguing Extreme Events dan perangkat lunak otomatisasi digitasi pias.

Dua produk terakhir yang merupakan hasil dari Pusat Penelitian dan Pengembangan ini, lanjut Dwikorita, membuka peluang kerja sama bilateral dengan beberapa negara di Afrika dan Amerika Selatan.

"Melalui produk tersebut, BMKG telah diminta untuk memberikan pelatihan atas nama WMO di Regional Association lainnya, khususnya di negara-negara Cile, Afrika Selatan dan Mozambique," ujar Dwikorita.

Menurut dia, Indonesia juga telah secara aktif menyuarakan isu dan peran gender melalui keterlibatan aktif Kepala BMKG pada pertemuan Gender Working Breakfast.   Melalui prestasi inilah, kata Dwikorita, Indonesia diberikan kepercayaan Oleh WMO yang dalam hal ini diwakili oleh BMKG. Diharapkan Indonesia dapat membantu WMO. Terutama, dalam melaksanakan program-program peningkatan kapasitas negara-negara Anggota, terutama di wilayah RA V (Pasifik Barat Daya), diantaranya pengembangan kapasitas di bidang prediksi cuaca numerik dan sekolah lapang iklim untuk petani dan nelayan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement