REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Aktivitas bisnis Korea Utara di Nepal dilaporkan meningkat. Utusan Amerika Serikat untuk Pyongyang, Mark Lambert meminta pemerintah dan politisi negara Himalaya tersebut untuk tidak bekerja sama dengan negara milik Kim Jong-un tersebut.
Lambert berkunjung ke Nepal selama tiga hari. Dalam kunjungannya tersebut, ia mewanti-wanti kepada parlemen, pejabat senior, dan pemimpin Partai Komunis Nepal, Pushpa Kamal Dahal untuk tidak bermitra dengan Korea Utara.
Utusan Amerika Serika itu mewaspadai perkembangan aktivitas bisnis Korea Utara di Nepal, sebagaimana dilansir Khaleej Times, Sabtu (15/6).
"Ia mengungkapkan kekhawatirannya, Nepal digunakan sebagai markas oleh Kim Jong-un untuk melakukan kejahatan siber," kata seorang anggota parlemen yang bertemu dengan Lambert.
Dalam pertemuan tersebut, Lambert menegaskan soal sanksi yang diberikan Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara. Ia berharap, Nepal sebagai negara anggota PBB dapat menghormati keputusan tersebut.
PBB telah memberikan beberapa sanksi kepada Korea Utara. Sanksi tersebut berkaitan dengan aktivitas ilegal pengembangan senjata nuklir, yang mana hal itu mencederai piagam PBB. Salah satu sanksinya adalah melarang negara anggota PBB untuk menerima warga negara Korea Utara.
Pada saat yang sama, juru bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat, Andie De Armant membenarkan, Lambert berkunjung ke Nepal untuk membahas masalah peningkatan aktivitas Korea Utara di negara tersebut. "Nepal adalah anggota PBB. Maka ia berkewajiban untuk mengikuti resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB," kata Andie De Armant.
Sebelumnya, Sekretaris Negara Amerika Serikat Mike Pompeo juga telah menyinggung masalah tersebut kepada Menteri Luar Negeri Nepal, Pradeep Kumar Gyawali. Pompeo membicarakan masalah tersebut saat Pradeep Kumar berkunjung ke Amerika Serikat pada Desember yang lalu.