Ahad 16 Jun 2019 23:52 WIB

Arab Saudi Serukan Tindakan Pengamanan Pasokan Minyak Global

Arab Saudi khawatir, serangan di Teluk Oman dapat menimbulkan konfrontasi lebih luas.

Rep: Rizky Jaramaya / Red: Andri Saubani
Kerusakan yang dialami kapal tanker minyak Kokuka Courageous di Teluk Oman dekat pantai Iran, Kamis (13/6).
Foto: U.S. Central Command via AP
Kerusakan yang dialami kapal tanker minyak Kokuka Courageous di Teluk Oman dekat pantai Iran, Kamis (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Arab Saudi menyerukan tindakan cepat untuk mengamankan pasokan energi di Teluk, setelah serangan terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oman. Saudi khawatir, serangan tersebut dapat menimbulkan konfrontasi yang lebih luas.

"Harus ada respons yang cepat dan tegas terhadap pasokan energi, stabilitas pasar, dan kepercayaan konsumen," ujar Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, Ahad (16/6).

Harga minyak dunia telah naik 3,4 persen sejak serangan terhadap dua kapal tanker di Teluk Oman pada Kamis (13/6) lalu. Perusahaan asuransi kapal menyatakan biaya asuransi untuk kapal yang berlayar melalui Timur Tengah telah melonjak setidaknya 10 persen.

Pada pertemuan para menteri energi negara-negara G20 di Jepang, Falih mengatakan, Saudi berkomitmen untuk memastikan stabilitas pasar minyak global. Sementara, Menteri Perindustrian Jepang Hiroshige Seko mengatakan, para menteri sepakat tentang perlunya kerja sama untuk menangani insiden serangan tanker minyak dari sudut pandang keamanan pasokan energi.

Amerika Serikat (AS) menuding Iran berada di balik serangan dua kapal tanker di Teluk Oman. Hal serupa juga disampaikan oleh Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Asharq Al-Awsat. Dalam wawancara tersebut Mohammed bin Salman menuding Iran atas serangan kapal tanker dan meminta masyarakat internasional untuk mengambil sikap tegas.

"Kerajaan (Saudi) tidak menginginkan perang di wilayah itu, tetapi kerajaan tidak akan ragu untuk menghadapi ancaman terhadap rakyatnya, kedaulatannya, atau kepentingan vitalnya," ujar Mohammed bin Salman.

Militer AS merilis video yang menunjukkan Pengawal Revolusi Iran berada di balik ledakan yang merusak kapal Front Altair milik Norwegia, dan kapal Kokuka Courageous milik Jepang. Negara-negara lain mendesak agar lebih berhati-hati dalam menanggapi serangan kapal tanker tersebut.

Sementara, Jerman menyatakan, video yang dirilis oleh militer AS tidak cukup untuk membuktikan peran Iran dalam serangan kapal tanker pada Kamis lalu. Sedangkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan penyelidikan independen untuk mencari pihak yang bertanggung jawab atas serangan itu.

"Iran melakukannya dan Anda tahu mereka melakukannya karena Anda melihat kapal itu," kata Presiden AS Donald Trump kepada Fox News, Jumat lalu.

AS telah memperketat sanksi terhadap Iran sejak Washington menarik diri dari Pakta Nuklir 2015 antara Teheran dan kekuatan global tahun lalu. Tujuan Washington menerapkan sanksi tersebut adalah untuk menghambat ekspor minyak Iran yang merupakan andalan ekonominya.

Sementara, Teheran mengatakan jika ekspor minyaknya dihentikan maka mereka akan memblokir Selat Hormuz. Adapun selat tersebut merupakan jalur penting yang dilalui oleh kapal-kapal tanker dari negara-negara produksi minyak yang memasok seperlima minyak global.

Prancis dan negara-negara lain telah menandatangani kesepakatan untuk mempertahankan perjanjian nuklir tersebut. Tetapi banyak dari perusahaan mereka telah membatalkan kesepakatan dengan Teheran, karena berada di bawah tekanan AS.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement