Senin 17 Jun 2019 12:08 WIB

Mantan Presiden Sudan Mulai Diselidiki atas Kasus Korupsi

Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir muncul ke publik perdana sejak digulingkan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir terlihat pertama kali di publik sejak kudeta penggulingan dirinya April lalu, Ahad (16/6).
Foto: Reuters
Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir terlihat pertama kali di publik sejak kudeta penggulingan dirinya April lalu, Ahad (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir muncul ke hadapan publik untuk pertama kalinya sejak ia digulingkan dua bulan yang lalu. Ia dibawa ke kantor kejaksaan untuk ditanyai atas penyelidikan korupsi terhadapnya. 

Atas desakan rakyat yang berunjuk rasa selama berbulan-bulan presiden yang berkuasa selama 30 tahun itu ditahan di ibumkota Khortoum sejak militer menggulingkannya pada bulan April. Sampai kini pengunjuk rasa terus meminta militer menyerahkan kekuasaan ke rakyat sipil. 

Baca Juga

Pada Senin (17/6), seorang pejabat kejaksaan mengatakan al-Bashir ditanyai terkait tuduhan pencucian uang dan kepemilikan mata uang asing dalam jumlah besar. Ia mengatakan penyelidikan itu berkaitan kepemilikan al-Bashir atas dolar AS, euro, dan poundsterling Sudan yang bernilai jutaan dolar AS. 

Juru bicara militer mengkonfirmasi ini pertama kalinya mantan presiden tersebut dikeluarkan dari penjara Khartoum. Kedua pejabat tersebut tidak dapat menyebutkan nama mereka karena tidak memiliki wewenang untuk membicarakan penyelidikan yang sedang berlangsung. 

Al-Bashir dibawa dari penjara menggunakan Toyota Land Cruiser. Ia mengenakan jubah putih panjang dan turban. 

Kantor berita SUNA mengutip juru bicara polisi yang mengatakan pengacara al-Bashir menghadiri sesi tanya jawab tersebut. Setelah itu, al-Bashir dikembalikan ke penjara. SUNA melaporkan al-Bashir dapat mengajukan pembelaan pekan depan. 

Pada Mei, al-Bashir dituduh terlibat dalam pembunuhan pengunjuk rasa dan hasutan untuk membunuh pengunjuk rasa selama pemberontakan yang dimulai sejak bulan Desember tahun lalu. Unjuk rasa itu awalnya dipicu karena kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dan hancurnya ekonomi Sudan. 

Unjuk rasa berubah menjadi desakan untuk menggulingkan al-Bashir. Penguasa itu pun diturunkan militer pada 11 April. 

Al-Bashir juga diincar Pengadilan Pidana Internasional atas kejahatan perang dan genosida yang ia lakukan selama perang Darfur pada 2000-an. Tapi militer mengatakan tidak akan mengekstradiksi al-Bashir ke Den Haag. Ia sempat menjadi satu-satu kepala negara berkuasa yang dituntut pengadilan internasional.

Sementara itu, pada Ahad kemarin wakil kepala dewan militer Sudan meminta pemimpin-pemimpin unjuk rasa untuk mundur. Sebab, pengujuk rasa masih melakukan demonstrasi untuk memprotes komposisi badan legislatif pemerintahan transisi. 

Para pemimpin-pemimpin unjuk rasa itu ingin kekuasan diserahkan rakyat sipil. Tapi wakil dewan militer Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo mengatakan badan legislatif yang dibentuk dengan mayoritas pemimpin-pemimpin unjuk rasa akan menjadi masalah karena tidak dipilih melalui pemilihan umum. 

"Masalah kami adalah badan legislatif yang tidak dipilih akan menghancurkan kami semua," kata Dagalo.  

Dagalo menyinggung tentang kesepakatan  antara militer dan para pemimpin unjuk rasa sebelumnya. Termasuk masa transisi selama tiga tahun, kebinet yang ditunjuk pemimpin unjuk rasa dan badan legislatif yang mayoritas diisi rakyat sipil. 

Dagalo juga mengatakan siapa pun yang bertanggung jawab atas pembubaran mematikan yang dilakukan militer pada 3 Juni lalu akan dijatuhi hukuman mati. Militer membubarkan pengunjuk rasa yang melakukan aksi diduduk di depan markas militer. 

"Kami bekerja keras untuk membawa orang yang melakukan hal ke tiang gantungan," katanya. 

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement