Senin 17 Jun 2019 16:21 WIB

Keteguhan Iman Seorang Pemimpin

Syatar utama seorang pemimpin adalah keteguhan iman.

Suasana halaman depan Masjid Biru di Istanbul Turki.
Foto: Muhammad Subarkah
Suasana halaman depan Masjid Biru di Istanbul Turki.

Oleh: DR Maiyasak Johan, Advokad Senior dan Mantan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI

Al-kisah, menurut yang empunya cerita, Rasulullah SAW pernah berkata, bahwa: suatu hari Islam akan menaklukan Konstantinopel, Romawi Timur (Byzantium) - dan Panglima yang memimpinnya adalah Panglima yang terbaik pada masanya. Sejarah dunia kemudian mencatat, orang itu adalah Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II.

Yang menarik sebenarnya dari kisah Muhammad Al-Fatih, pendiri Dinasti Ottoman, bukan soal keahlian, keberanian dan kemampuannya dalam memimpin pasukan di medan perang, tetapi soal keteguhan dan ke-imanan yang dari satu generasi ke generasi berikutnya dipelihara dan ditanamkan "akan kebenaran" kata-kata atau sabda Rasulullah tersebut. Bahkan bila dilihat pada sejarah, begitu kuatnya keyakinan itu, hingga kemudian ia menjadi mimpi dan obsesi keluarga Ottoman dan rakyat Turk.

Kepercayaan atau ke-imanan itu begitu teguh menghunjam sanubari keluarga Ottoman sejak awal, juga para pengikutnya. Dan itu dibuktikan dalam sejarah, bahwa Muhammad Al-Fatih bukan orang pertama dari keluarga dinasti Ottoman yang mencoba menaklukkan konstantinopel - melainkan ayahnya telah lebih dahulu, namun gagal.

Kegagalan ayahnya itu sedikitpun tak mempengaruhi Muhammad Al Fatih - melainkan semakin membakar semangatnya. Ia buang semua ketakutan, kekecewaan dan keluh kesah ke tempat pembuangan sampah - ia bangkit mengkonsolidasikan kekuatan - lalu menyusun rencana - dan menurut kisah dibantu oleh beberapa ulama sebagai penasehat utamanya. Lalu pada tahun 1453 M, jatuhlah Konstantinopel. Sejak itu berdirilah sebuah kerajaan Islam yang dikenal dengan nama: Dinasti Ottoman.

Kerajaan ini tumbuh besar sebagai sebuah kekhalifah islam yang menguasai hampir sepertiga dunia hingga awal abad 20, yakni 1900-an - dengan kisah kehancuran yang tragis, yakni pengkhianatan seorang Ponggawa meliternya yang bernama: Kemal Ataturk - yang berusaha dengan sangat keras termasuk menyalahgunakan kekuasaannya menindas umat islam untuk melakukan sekulerisasi.

Walau pun dinasti itu runtuh, dan Kemal ataturk telah menggunkan semua kekuatan negara yang dipegangnya untuk menghancurkan islam di Turki, namun mimpi dan obsesi rakyat turki atau umat islam turki untuk mengembalikan kejayaannya tak bisa dipadamkan oleh Kemal Ataturk.

Itu terbukti kemudian dari sela-sela penindasan tersebut lahirlah kekuatan dan pemimpin Turki yang komit terhadap Islam, yakni Erdogan yang melakukan upaya mengembalikan kejayaan Islam disana - bisa jadi di dunia.

Sayang cerita tentang pewarisan keteguhan iman ini kurang disoroti dalam sejarah bangkit dan jatuhnya dinasti Ottoman. Padahal cukup banyak manfaat yang bisa dipetik umat islam di dalamnya.

Sungguh, dari sedikit kisah di atas, menurut saya hanya imaginasi seorang "yang bermimpi" untuk melakukan perubahan dan mempersiapkan dirinya dengan baik sebagaimana yang dilakukan Muhamad Al-Fatih atau Erdogan yang bisa membayangkan, jika diberbagai tempat di muka bumi ini, lahir para pemimpin yang bukan saja teguh tetapi terobsesi untuk menjemput janji Allah - maka agaknya peta dunia akan berbeda - setidaknya tak ada manusia dan umat islam yang hidup terhina di negaranya dan di dunia ini.

Ternyata kita butuh pemimpin yang teguh, berani dan percaya pada janji Allah, bukan yang selain itu - untuk mengembalikan kejayaan Islam di dunia - termasuk di Indonesia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement