REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mendukung larangan iklan rokok di internet. Bahkan, ia mendukung jika pemerintah bisa memberlakukan aturan untuk melarang iklan rokok sepenuhnya.
“Kalau Muhammadiyah sejak awal sudah ada keputusan tarjih, walaupun belum ditahfidkan ya mengenai status hukum rokok itu. Dan Muhammadiyah juga terlibat gerakan untuk tobacco control,” kata Abdul saat ditemui awak media usai acara halalbihalal di Gedung Muhammadiyah Pusat, Senin (17/6).
Ia mengatakan sejak awal Muhammadiyah telah ikut menggalakkan gerakan pengendalian tembakau atau tobacco control. Muhammadiyah juga memberikan satu dorongan dan masukan untuk iklan rokok.
Melalui gerakan itu, Muhammadiyah ingin agar iklan rokok itu dibatasi, dan jika dimungkinkan iklan rokok itu harus ditiadakan. “Kami sadar betul ini menyangkut banyak kepentingan, baik itu kepentingan usaha, ketenagakerjaan, maupun industri. Karena itu kalaupun iklan tidak bisa sepenuhnya dihapus, regulasi harus bisa diperketat lagi,” tutur Abdul.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir iklan atau konten rokok pada sejumlah platform media sosial. Pemblokiran ini untuk menindaklanjuti permintaan Kementerian Kesehatan terkait bahaya merokok.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, terjadi peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10 tahun hingga 18 tahun, dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.
Penelitian London School of Public Relation (LSPR) pada 2018, menemukan tiga dari empat remaja mengetahui iklan rokok dari media daring. Iklan rokok banyak ditemui remaja pada media sosial seperti Youtube, berbagai situs web, Instagram, serta permainan daring.
“Kita menyadari betul dampak dari rokok ini cukup serius khususnya kesehatan,” tutup Abdul.