REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Halal Bihalal di Gedung Muhammadiyah, Jakarta, Senin (17/6). Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, memberikan dakwah singkatnya tentang sebuah kejujuran yang dapat membangun bangsa dan membuat warganya bahagia.
Dadang menyebutkan, hasil studi guru besar politik dan bisnis Internasional Universitas George Washington Amerika Serikat, Hossein Askari, melakukan penelitian terhadap 208 negara.
Dia mengatakan, lima besar negara paling Islami dan bahagia, rupanya bukanlah negara-negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, itu dikarenakan kejujuran yang dibangun di negara-negara tersebut.
Selain kejujuran dalam fasilitas umum, bahkan pintu-pintu hotel di negara tersebut juga ada yang tidak pernah dikunci karena kejujuran memang sangat dijunjung tinggi mulai dari rakyat kecil hingga pejabat tinggi, tingkat korupsi pun juga nol di sana.
“Saya pernah ke sana, ketika saya naik taksi satu sen pun dikembalikan kepada saya,” ungkap Dadang dalam acara halal bihalal di Gedung Pusat Muhammadiyah, Senin (17/6).
Menurut Dadang, negara paling Islami dan bahagia adalah Denmark, Irlandia, Luksemburg, Finlandia, dan Selandia Baru, sementara Malaysia di peringkat ke-33, Kuwait di peringkat ke-40, dan Arab Saudi di peringkat ke-90.
“Ketika ditanya mengapa mereka menjadi negara paling Islami dan bahagia di dunia, adalah karena kejujuran ditegakkan, mereka percaya jujur akan membawa kebaikan dalam hidup,” papar Dadang.
Sebenarnya dalam Islam sendiri, kata dia, kebohongan merupakan hal yang paling buruk dan akan mendapat ganjaran besar baik di dunia maupun akhirat. Bahkan ketika seseorang berbohong saat puasa, puasa tidak akan diterima, sehingga bohong itu tidak bisa dianggap main-main dalam Islam.
Dadang menjelaskan, di era post-truth, James Ball mengatakan bagaimana bullshit (omong kosong) dapat menguasai dunia, tapi dari tangan umat Islam, ini harus ditepis dan Dadang mengajak seluruh umat Islam agar tetap menegakkan kejujuran.
“Fenomena sekarang itu kita selalu merasa jauh dari Allah, mungkin kita hanya mengenal aliran deisme, setelah Tuhan menciptakan dunia ini dan Dia jauh berada di sana. Ini lah yang perlu kita perhatikan. Sehingga kita berhati-hati dalam hidup,” kata Dadang.
Jika merasa Tuhan jauh, tentu manusia akan merasa tidak diawasi sehingga terjadi sekularisasi, seperti lembaga yang berpisah. Misalnya yang terjadi di Amerika Serikat, banyak yang datang ke gereja bukan untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tapi untuk motif bisnis.
“Dengan merasa dekatnya Tuhan dengan diri kita, umat Islam Indonesia diharapkan dapat menegakkan kejujuran mereka dan membangun bangsa ini untuk menjadi negara Islami dan bahagia,” tutur dia.