REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) segera melakukan pembebasan lahan untuk proyek pembangunan jalur kereta dari Stasiun Kedundang sampai Bandara Internasional Yogyakarta sepanjang lima kilometer.
Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan kajian analisis dampak lingkungan (amdal) dan Izin Penetapan Lokasi (IPL) jalur kereta bandara itu sudah ditandatangani Gubernur DIY. "Saat ini, tim penaksir (appraisal) independen akan turun ke lapangan untuk mengkaji harga lahan dalam tahap pengadaan tanah," kata Hasto, Selasa (18/6).
Pemkab Kulon Progo nantinya akan turut mengawal dan mendampingi proses pembebasan lahan yang ditangani langsung oleh manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI) tersebut. Ia menargetkan pembebasan lahan tidak berlangsung lama dan sudah rampung pada akhir 2019 sehingga kontruksi fisik jalur kereta api itu bisa dibangun simultan pada 2020.
"Apalagi Bandara Internasional Yogyakarta ditargetkan rampung dibangun secara menyeluruh pada akhir tahun ini sehingga kepadatan pengguna jasa penerbangan sangat dimungkinkan meningkat pesat," katanya.
Hasto mengatakan pemkab juga sudah melakukan tahapan sosialisasi dan konsultasi publik kepada warga terdampak pembangunan jalur kereta bandara. Selain itu, pemkab sudah melakukan pendekatan secara persuasif kepada pemilik lahan.
"Insya Allah, 99 persen tidak ada penolakan," katanya.
Berdasarkan analisa dan kajian dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (PTR) Kulon Progo bahwa rencana awal pembangunan jalur kereta bandara akan melalui empat desa, yaitu Desa Kedundang, Kaligintung, Kalidengen, dan Glagah. Lahan yang dibutuhkan mencapai sekitar 10 hektare untuk jalur rel ganda dari Stasiun Kedundang menuju area bandara.
Hasto menyebut sebagian besar tanah yang akan digunakan merupakan lahan sawah, sedangkan jumlah rumah yang turut terdampak kurang dari 20 unit.
Kepada warga terdampak itu, pemkab memilih pemberian kompensasi berupa ganti rugi sesuai nilai aset yang terkena proyek ketimbang relokasi. Hal itu lebih menguntungkan bagi warga, meskipun masih ada tanah kas desa yang bisa digunakan sebagai tujuan relokasi.
"Opsi pertama tetap ganti rugi dulu. Harapan saya dengan ganti rugi, mereka bisa mengatasi permasalahannya sendiri. Harga tanah nanti tergantung tim penaksir," kata Hasto.
Kepala Desa Kaligintung Hardjono mengatakan sejauh ini tidak ada penolakan dari warga pemilik tanah terdampak di wilayahnya. Lahan yang akan digunakan untuk jalur kereta bandara di desanya mencapai lebih dari satu hektare dalam 148 bidang.
Di dalamnya termasuk Pasar Dondong seluas 600 meter persegi serta 10 unit rumah warga. Secara total disebutnya ada sekitar 181 jiwa pemilik tanah terdampak.
"Keinginan warga ada program relokasi seperti saat pembebasan lahan untuk bandara. Desa punya tanah 2.000 meter persegi yang bisa digunakan," katanya.