Dari hasil investigasi tim Mabes Polri, dipastikan empat korban jiwa dalam kerusuhan pada 21-22 Mei 2019, meninggal dunia karena tertembak peluru tajam. Kepastian meninggalnya korban akibat peluru tajam didapatkan setelah tim investigasi memperoleh hasil autopsi terhadap empat korban yang meninggal dunia dan satu korban luka tembak yang berhasil selamat dari kematian.
"Dari autopsi, tidak ada ditemukan tembakan ganda. Semuanya satu tembakan," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/6).
Sementara itu, satu korban lainnya meninggal akibat pukulan benda keras. "Lalu yang lima lainnya, empat di antaranya kuat dugaan (juga) meninggal karena peluru tajam," ucap Asep.
Asep mengatakan, dua proyektil dari korban sudah disita. Saat ini tim investigasi sedang menunggu hasil uji balistik. Dia tak menyebutkan dua proyektil peluru yang berhasil disita untuk penyelidikan. Namun, Asep mengiakan dua proyektil yang disita, seperti yang pernah dikatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada pekan lalu.
Dari dua proyektil tersebut, kata Tito saat itu, diketahui satu proyektil dari peluru kaliber 5,56 milimeter (mm) dan satu proyektil dari peluru kaliber 9,00 mm. Namun, Asep menolak menyebutkan umumnya peluru-peluru tersebut digunakan untuk senjata jenis apa.
"Soal itu (jenis senjata) nanti akan kita sampaikan kalau sudah ada hasil dari uji balistik dari tim inevstigasi," ujar Asep. Menurut dia, hasil dari uji balistik nantinya juga akan mene mukan titik terang baru terkait dari arah mana peluru berasal, termasuk dari senjata jenis apa yang memuntahkan peluru mematikan tersebut.
Sejumlah massa menyerang ke arah petugas kepolisian saat terjadi bentrokan Aksi 22 Mei di kawasan Slipi Jaya, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Selain sudah mengidentifikasi penyebab korban meninggal dunia, tim investigasi Polri juga berhasil mengurai salah satu kerumitan dalam pengung kapan teka-teki kerusuhan 21-22 Mei. Teka-teki tersebut terkait permasalahan tempat kejadian perkara (TKP)atau tempat ditemukannya kor ban meninggal dunia saat kerusuhan terjadi.
Asep mengatakan, dari sembilan korban meninggal dunia, penyelidikan sudah menemukan lima TKP yang men jadi tempat ditemukannya korban meninggal dunia. "Lima TKP itu ditemukan di wilayah Petamburan," kata Asep. Sementara itu, TKP empat korban meninggal dunia lainnya masih dalam penelusuran tim.
Asep menjanjikan tim investigasi akan tetap bekerja menyelidiki dan mengungkap kerusuhan 21-22 Mei. Hal tersebut termasuk, kata dia, mencari dalang dan pendana kerusuhan, serta pihak-pihak yang melepaskan tem bakan mematikan ke arah warga sipil.
Polri mengategorikan korban dari ka langan warga biasa itu sebagai terduga perusuh. Alasannya, korban tersebut bukan bagian dari kelompok aksi damai Kedaulatan Rakyat yang menjadi pangkal kerumunan massa sebelum kerusuhan terjadi. Selain mengakibatkan korban meninggal dunia, kerusuhan tersebut membuat 800-an orang dinyatakan luka-luka.
Terkait pelaku penembakan, meski masih dalam investigasi pengung kapan, Kapolri Tito pekan lalu menegaskan akan menindak tegas pelaku penembakan. Dia berjanji tak akan ragu menjatuhkan hukuman berat jika tembakan mematikan itu berasal dari senjata personelnya saat melakukan pengamanan.
Saat ini kepolisian dibantu tim investigasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengungkap secara menyeluruh peristiwa kerusuhan 21-22 Mei. Meski tak da lam wadah yang sama, dua tim investigasi dari Polri dan Komnas HAM diyakini akan berhasil mengungkap utuh kerusuhan tersebut.
Komnas HAM menyatakan akan menunggu hasil uji balistik dari temuan dua proyektil dalam tubuh korban meninggal. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga meminta agar tim investigasi Mabes Polri melakukan uji forensik luar terhadap lima dari sembilan korban sipil yang mening gal dalam peristiwa itu.
Ahmad mengatakan, sementara ini hasil investigasi antara Mabes Polri dan Komnas HAM berada pada tingkat kesimpulan yang mirip. Terkait korban meninggal dunia, kedua otoritas terse but sejalan dengan kesimpulan penyebabnya, yakni karena tembakan peluru tajam.
Adapun empat lainnya, kata Ahmad, seperti pandangan Mabes Polri diduga kuat juga karena tembakan peluru tajam. Namun, kata Ahmad, untuk empat korban yang diduga kuat me ninggal karena tembakan peluru tajam tersebut, sampai hari ini belum ada hasil autopsinya. "Kami ingin melihat agar ada uji forensik luar untuk yang tidak diautopsi," kata Ahmad.
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa membakar ban di tengah jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).
Komnas HAM juga meminta hasil uji balistik dapat segera dirampungkan dan diumumkan. Sementara itu, terkait satu korban lainnya, Mabes Polri meyakini meninggal karena serangan benda tumpul. Komnas HAM menyam paikan bahwa satu korban meninggal akibat benda tumpul tersebut atas nama Reza. "Namun, komisi tersebut belum percaya kematian Reza akibat benda tumpul. Belum tentu itu pukulan," kata Ahmad.
Ahmad melanjutkan, Komnas HAM menginvestigasi kerusuhan 21- 22 Mei hanya untuk memastikan proses penegakan hukum yang terjadi saat kerusuhan sesuai kadarnya, yakni adanya standar pengamanan yang tak menyimpang dan aksi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri. "Tugas kami (Komnas HAM) bukan untuk mencari pelaku (penembakan), tapi untuk memastikan proses hukum yang dila kukan Polri sesuai protap, acara hukum, dan standar hak asasi manusia," kata Ahmad. Investigasi itu termasuk, kata dia, untuk memastikan adanya keadilan terhadap korban yang meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut.
Teka-teki proyektil Kerusuhan 21-22 Mei mengaki batkan sembilan korban meninggal dunia dari kalangan warga sipil. Tiga di antaranya masih anak-anak. Mereka adalah Harun al-Rasyid (15 tahun), Raihan Fajari (16), dan Widyanto Rizki Ramadhan (17). Korban meninggal lainnya adalah Abdul Aziz (27), Adam Nuriyan (19), Bahtiar Alamsyah (22), Farhan Syafero (31), Sandro (31), dan Reza (korban meninggal karena pukulan benda keras). Satu korban lainnya teridentifikasi bernama Zulkifli yang terkena tembakan peluru tajam pada bagian paha.
Mantan kepala Badan Intelijen ABRI (BIA) Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim mengatakan, kaliber 5,56 mm merupakan peluru dari jenis senjata serbu laras panjang. Sementara itu, kaliber 9,00 mm, kata Zacky, umum nya digunakan untuk senjata laras pendek jenis pistol.
Dua proyektil yang ditemukan di tubuh korban kerusuhan merupakan peluru umum dari senjata api (senpi) yang biasa digunakan satuan Polri maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI). "Sedikit penjelasan dari saya, soal temuan peluru ini biasanya digunakan oleh kepolisian ataupun militer. Campuran, bisa (personel) Polri, bisa TNI," kata dia kepada Republika.
Truk water canon berdiri di antara sampah sisa aksi 22 Mei di seputar kantor Bawaslu, Kamis (23/5) dini hari.
Zacky menerangkan, umumnya kaliber 5,56 mm dipasangkan dalam senjata serbu seperti M-16, M-4 atau AR-15 buatan asing. Perusahaan persenjataan di dalam negeri seperti Pindad juga mengeluarkan senjata jenis SS-1 dan SS-2 yang juga menggunakan peluru kaliber 5,56 mm. "Kaliber ini umumnya digunakan banyak jenis senjata serbu sebagai pengganti kaliber 7,62 mm yang lebih besar," kata dia menambahkan.
Adapun peluru dengan kaliber 9,00 mm, kata Zacky, biasa dipasang dalam pistol atau senjata laras pendek jenis FN 46. "Versi (yang digunakan) militer," ujar Zacky.
Namun, analisis Zacky tentang senjata umum tersebut bukan acuan pasti untuk menjawab siapa atau satuan mana yang melepas tembakan. Persoalan itu menjadi tugas penyelidikan untuk memastikan pihak yang melepaskan tembakan mematikan.