REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital ini, menurut Ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, data pribadi konsumen dalam posisi yang sangat rawan disalahgunakan. Oleh karena itu, YLKI menilai undang undang perlindungan data pribadi (UU PDP) mendesak untuk segera disahkan.
"Pengaduan yang secara langsung memang masih kecil, tetapi berapa pertanyaan sudah mulai muncul seperti keluhan terkait penyalahan data pribadi oleh oknum perbankan," ujar Tulus, Selasa (18/6).
Tulus menegaskan, data pribadi konsumen harus diproteksi agar tidak disalahgunakan di luar kepentingannya sebagai nasabah. Tulus juga mengimbau konsumen agar lebih teiliti memastikan informasi yang tertera pada syarat dan ketentuan kebijakan privasi.
Tulus mengakui dalam beberapa tahun belakang pengaduan terkait masalah digital utamanya financial technology (fintech) dan e-commerce sangat banyak bermunculan. Jumlahnya pengaduan bahkan meningkat setiap tahunnya.
Dari total pengaduan, ada lebih dari 40 persen yang mengadukan permasalahan terkait di sektor digital termasuk dari industri perbankan dan telekomunikasi. Menurut Tulus, perlindungan konsumen di era digital ini sudah menjadi isu global.
Terkait dugaan jual beli atau penyalahgunaan data konsumen di sektor perbankan maupun fintech, Tulus mengatakan YLKI telah berkoorinasi langsung dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, maraknya fintech ilegal dipicu karena lambatnya OJK dalam merespons pengaduan yang masuk
"OJK terkesan membiarkan fintech ilegal. Kalau tidak terdaftar harusnya diblokir tidak ada alasan. Kalau ilegal kenapa fintek itu bisa beroperasi," tutur Tulus.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Rudiantara mengaku sudah menandatangani surat yang diserahkan ke presiden untuk pembahasan.
"Saya sudah tanda tangan ke Setneg," kata Rudiantara.
Rudiantara mengakui, Indonesia cukup terlambat dalam menyiapkan UU PDP. Di negara-negara lain seperti Uni Eropa bahkan sudah melarang pemain e-commerce-nya untuk l melakukan transaksi antar negara crossborder dengan negara-negara yg tidak memiliki UU PDP.
Menurut Rudiantara, RUU PDP ini sangat mendesak untuk segera diselesaikan dan diberlakukan menjadi peraturan perundangan-undangan, terutama terkait dengan internet dan penggunaan media sosial. Regulasi perlindungan data pribadi, kata dia, sangat dibutuhkan karena data pribadi warga negara Indonesia dikelola banyak orang.
"Regulasi ini untuk melindungi warga negara Indonesia, misalnya pada transaksi daring (online)," katanya. Setelah diberlakukan, UU PDP itu, menurut Rudiantara, dapat menjadi pedoman bagi penyelenggara dan pengguna aplikasi digital.