REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Indonesia untuk Sudan, Rossalis R Adenan menyampaikan situasi keamanan di Sudan pascajatuhnya Jenderal Omar al-Bashir, mulai membaik. Ia menyatakan situasi di Sudan berangsur normal meski belum sepenuhnya, tetapi tetap masih tidak bisa diprediksi.
"Di sini (Sudan) tidak mencekam seperti banyak diberitakan. Di sini (sekarang) cukup aman. Perlu digarisbawahi situasi sudah membaik menuju ke arah normal, tapi memang belum normal. Di sini ke depannya masih unpredictable," kata Rossalis saat berbincang dengan Republika.co.id lewat sambungan telepon, Senin (17/6).
Pernyataan Rossalis itu menampik kabar yang menyebut situasi keamanan di Sudan pascademonstrasi besar-besaran hingga kini belum juga membaik. Rossalis menyebut kabar jika di Sudan, khususnya Kota Khartoum, setiap hari ada kontak senjata sehingga jalan-jalan sepi adalah kabar yang terlalu dibesar-besarkan. "Sekarang sudah ada kendaraan umum, taksi yang beroperasi. Orang-orang sudah kembali bekerja," ucap Rossalis.
Memang, kata dia, di sejumlah titik masih banyak aparat keamanan siaga, berjaga-jaga dengan senjata lengkap. Namun, termasuk jam malam yang sempat diberlakukan, saat ini sudah dicabut.
Ia juga memastikan semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Sudan terpantau aman. Meski begitu, KBRI meminta WNI tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan serta komunikasi dengan KBRI.
WNI di Sudan, khususnya di Khartoum, kata dia, tidak merasakan ancaman serius. Begitu juga di wilayah Darfur di mana terdapat personil TNI dan Polri yang menjadi peacekeepers di bawah UNAMID. "Di sini tidak semencekam seperti diberitakan media di luar Sudan, walau kita tetap tenang, tidak menganggap remeh serta tetap meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi," ujar Rossalis.
Karena itu, KBRI sejak 15 April 2019 memberlakukan Siaga 3. Siaga satu itu ditandai dengan diputusnya sejumlah kebutuhan seperti listrik dan pasokan BBM. "Tapi saat ini masih langka jadi kami memberlakukan Siaga 3. Sekarang tidak ada kelangkaan BMM lagi karena adanya bantuan dari negara negara sahabat Sudan seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab,” ucap dia.
Karena belum sepenuhnya normal, KBRI mengimbau agar WNI tidak keluar pada malam hari dan tidak keluar sendiri. "Harus berkelompok. Jika tidak ada kepentingan mendesak, sebaiknya tetap tinggal di rumah. Soalnya di beberapa lokasi tertentu tingkat kejahatan agak meningkat," ujar Rossalis.
Apalagi saat ini jaringan internet masih diputus. Tapi wifi di Wisma Duta dan Kantor KBRI masih terakses. "Jadi para WNI kami fasilitasi bisa menggunakan jaringan internet untuk menghubungi keluarga di Indonesia," ucap dia.
Rossalis menceritakan, saat demonstrasi mulai pecah di Sudan, KBRI mengevakuasi WNI yang tinggal di daerah-daerah agak rawan ke dalam satu rumah. KBRI juga menyediakan safety house untuk menampung WNI. "Kebetulan kami juga menyiapkan safety house di Wisma KBRI, ada stok bahan bakar dan makanan sudah sekian minggu," kata dia.
Ia menuturkan, ada sekitar 1.300 WNI yang tinggal di Sudan, 1.150 di antaranya adalah mahasiswa yang belajar di universitas di Kota Khartoum dan Madani, sekitar tiga jam perjalanan darat dari Khartoum. "Semua 20 mahasiswa di Madani sudah kami evakuasi ke Khartoum," kata dia. Saat ini kehidupan di Sudan, kata dia, sudah baik. Sejumlah toko yang sebelumnya tutup sudah mulai buka, sehingga kebutuhan pokok, bahan bakar, dan air mineral sudah tercukupi.
Meski demikian, ia tidak menampik kabar jatuhnya korban ketika demonstrasi berlangsung. Rossalis mengaku mendapatkan kabar ada sekitar 40 sampai 50 korban jiwa di rumah sakit. Para korban ada yang tertembak. "Kabar lain menyebut ada 100 korban jiwa. Namun pihak tentara sudah membentuk tim investigasi dan sudah menahan beberapa oknum personel yang terlibat dalam aksi penembakan dan akan diproses secara hukum militer," kata Rossali.
Sementara terkait pemerkosaan Rossali belum bisa memastikan. Alasannya, kabar adanya puluhan perempuan yang diperkosa selama demonstrasi berlangsung belum bisa dibuktikan kebenarannya. "Kami sudah mencari tahu, tapi belum teruji kebenarannya. Malah kami mendapatkan kabar ada serangan-serangan kepada warga sipil yang disusupi sejumlah pihak. Itu yang membuat semakin runyam masalah di lapangan," tutur Rossali.
Saat ini meski situasi membaik, sejumlah maskapai besar belum membuka penerbangan dari dan ke Kota Khartoum. "Mungkin akhir bulan ini baru dibuka. Tapi untuk penerbangan-penerbangan maskapai lain, seperti Ethiopian Air, Flynas, TarcoAir dan BadrAir, sudah membuka kembali aktifitas penerbangan mereka," ujar Rossalis.
Sementara sejumlah kampus Universitas di Sudan, kata dia, juga masih tutup pascapecahnya demonstrasi. "Tapi sudah ada beberapa kampus yang mulai perkuliahan. Kampus yang tutup, mahasiswanya diliburkan. Ada juga mahasiswa yang kembali ke Indonesia karena kampusnya belum memulai perkuliahan. Dari sumber informasi yang dipercaya, kemungkinan besar semua perguruan tinggi akan memulai kegiatan perkuliahannya setelah Idul Adha," ucap dia.
Ia juga berharap agar semua pihak di Sudan dapat segera melakukan dialog inklusif yang dapat menghasilkan kesepakatan yang diterima oleh semua pihak. "Untuk kepentingan nasional Sudan secara menyeluruh untuk masa depan Sudan yang lebih baik,” harap Rossalis.