Rabu 19 Jun 2019 16:04 WIB

Alasan Pansel Capim KPK Terapkan Syarat Antiradikalisme

Syarat itu sebagai antisipasi semakin merebaknya paham radikalisme.

Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK Yenti Garnasih (tengah) dan anggota pansel calon pimpinan KPK usai pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK Yenti Garnasih (tengah) dan anggota pansel calon pimpinan KPK usai pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan untuk menerapkan syarat antiradikalisme terhadap para calon pimpinan KPK. Syarat itu sebagai antisipasi semakin merebaknya paham radikalisme.

Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih mengatakan persyaratan antiradikalisme merupakan murni masukan dari seluruh anggota Pansel KPK. Menurutnya, semua anggota telah setuju bahwa persyaratan ini penting diterapkan agar siapa pun komisioner yang ada di tubuh KPK tidak terpapar paham radikal.

Baca Juga

"Ini masalah lama yang memang ada di Indonesia, dan kita harus menjaga keutuhan NKRI, Bhineka Tunggal Ika. Jangan sampai ada yang mengganggu keutuhan itu," kata Yenti di Universitas Parahyangan, Kota Bandung, Rabu (19/6).

Selain itu, kata dia, pihaknya sudah bertemu dengan komisioner KPK untuk memastikan bahwa apa yang selama ini ramai di media massa tidak seluruhnya benar. "Kami berjaga-jaga dan berusaha agar tidak ada orang yang terpapar paham itu (radikalisme) jadi komisioner KPK. Dari 260 juta orang di Indonesia masak tidak ada lima orang yang baik. Kan kita hanya butuh lima saja," kata dia.

Yenti juga menyebut radikalisme yang ada bisa saja berkaitan dengan kelompok tertentu. Kemudian paham tersebut menurutnya dapat merusak sistem KPK karena berafilasi, misalnya dengan kelompok radikal di luar negeri.

Dengan demikian, dia mengatakan syarat itu menjadi penting karena sebuah lembaga penegak hukum harus tegas kepada siapapun termasuk orang dalam kelompok tertentu. "Jadi semua yang salah harus ditindak, tapi harus terukur dan untuk tujuan keadilan bukan sekedar hukuman saja. Dengan demikian kita melakukan hal-hal itu," kata Yenti.

Rektor Universitas Parahyangan Mangadar Situmorang berharap KPK harus berdiri netral dengan tidak disusupi identitas atau kepompok tertentu. Apalagi, kata dia, akan lebih berbahaya jika banyak masyarakat yang memiliki identitas tertentu dan menganggap harus memperjuangkan nilai dari identitas itu.

"Perjuangan mereka kemudian akan berimplikasi pada relasi yang berdampak politis," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement