REPUBLIKA.CO.ID, KOTA KUWAIT — Kuwait menghadapi tantangan serius dalam mengelola limbah padat di negara itu sejak beberapa tahun lalu. Adanya penimbunan material yang tidak dapat terurai secara alamiah, seperti plastik ke tempat pembuangan sampah menyebabkan kontaminasi air tanah. Belum lagi, adanya migrasi air limbah yang mengkhawatirkan masyarakat.
Seorang warga bernama Sanaa al-Qamlaas menyaksikan bagaimana pembuangan sampah yang tidak etis dari semua jenis bahan limbah ke berabagai tempat. Sejak saat itu, dia merasa perlu ada perubahan dalam pengelolaan limbah di Kuwait.
“Saya sering mengunjungi tempat pembuangan sampah dan sulit bagi saya untuk tidak menangis menyaksikannya,” kata al-Qamlaas dilansir di Arab News, Selasa (18/6).
Saat itu, dia memutuskan untuk berupaya, setidaknya menghentikan sampah plastik ke tempat pembuangan sampah. Dia menganggap sampah plastik tidak kalah membahayakan dalam menimbulkan dampak negatif pada lingkungan
Al-Qamlaas mengajak sahabatnya, Farah Shabaan dan keponakannya, Soad Al-Fozan memulai proyek daur ulang botol polyethylene terephthalate (PET-plastik) pertama Kuwait yang bernama Omniya.
Omniya berdiri sejak Agustus 2015. Awalnya, ketiga aktivis lingkungan itu berfokus pada pengumpulan dan daur ulang botol PET, karena plastik banyak ditemukan di tempat pembuangan. “Ada sejumlah besar botol-botol ini di tempat pembuangan sampah yang diabaikan pemulung,” ujar Al-Qamlaas.
Dengan anggaran awal sebesar 1.000 dinar (3.300 dolar AS) di tangan, sebenarnya al-Qamlaas dan Shabaan kurang memiliki rencana matang. Pada pekan pertama, mereka mengirim pesan ke seluruh nomor yang ada di telepon genggamnya agar memisahkan plastik dari sampah lainnya. Mereka akan mengambil botol dan plastik bekas ke setiap rumah.
“Kami baru saja mengirim pesan kepada teman-teman, tetapi mantan menteri urusan sosial, Hind al-Sabeeh, menghubungi kami untuk menanyakan apa yang sedang kami lakukan. Itu adalah indikator positif tentang seberapa kuatnya media sosial,” kata al-Qamlaas.
Saat itu, mantan menteri al-Sabeeh mendorong para aktivis itu mendapatkan sertifikasi untuk inisitif mereka. Pesan Omniya di media sosial Instagram juga mendapat perhatian dari Direktur Jenderal Otoritas Publik Lingkungan (EPA) Sheikh Abdullah Al-Ahmad Al-Humoud Al-Sabah. Pejabat itu langsung menginstruksikan pada stafnya membantu para wanita dalam proyek baru pengelolaan limbah itu.
Omniya mulai menerima telepon dari warga yang meminta untuk mengambil botol plastik. “Kami pergi ke setiap rumah, berbicara kepada semua orang, mengajari mereka cara menghancurkan botol plastik, cara memisahkan plastik. Setelah tas penuh, kami membawanya kembali ke mobil kami,” ujar al-Qamlaas.
Awalnya, al-Qamlaas dan Shabaan selalu membawa botol plastik berbau sampah. Namun setelah mendapat edukasi, banyak warga yang paham bagaimana memperlakukan sampah plastik.
Mereka mengunjungi 4.500 rumah pada tahun pertama. Bolak-balik mengambil botol, diikuti dengan kunjungan ke sekitar 100 sekolah untuk menyebarkan kesadaran.
Dengan bantuan keuangan dari Dana Nasional Kuwait, Omniya mendirikan pabrik daur ulang PET pertama di negara itu. Awalnya, pabrik itu kesulitan membayar sewa tanah dan mengoperasikan mesin. Namun, setelah mereka memproduksi kepingan PET berkualitas, sekarang pabrik itu mampu mengekspor ke Irlandia, Italia, dan Turki dengan spesifikasi khusus.
Sadar bahwa mereka membutuhkan lebih banyak dukungan untuk menjalankan pabrik, tim itu mengikat sektor swasta untuk mendapatkan sponsor dan bermitra dengan berbagai organisasi, seperti Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Kementerian Pendidikan, serta Badan Perlindungan Lingkungan (EPA). Saat ini, Omniya adalah nama yang dikenal di Kuwait dan semangatnya masih kuat.
“Kami hanya memiliki satu tujuan, untuk menghentikan plastik agar tidak pergi ke tempat pembuangan sampah ini. Kami berutang ke negara untuk generasi berikutnya,” kata al-Qamlaas.