REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar, menyatakan tidak bersedia hadir untuk menjadi saksi dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum pemilihan presiden (PHPU Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia tak bersedia menjadi saksi untuk kedua pasangan calon.
"Iya benar, nggak bersedia jadi saksi 01 ataupun 02," ujar Haris saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (19/6).
Ada beberapa alasan atas hal tersebut yang ia sampaikan melalui keterangan tertulis. Alasan-alasan itu terkait dengan bantuan hukum yang ia berikan kepada AKP Sulman Azis. Bantuan hukum itu terkait dengan dugaan adanya perintah dari Kapolres Garut untuk melakukan penggalangan dukungan kepada pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Haris juga menyebutkan, soal posisinya yang menjadi bagian dari masyarakat yang menuntut akuntabilitas dan kinerja pengungkapan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Ia mencatat kedua pasangan calon sama-sama melakukan pelanggaran HAM.
"Saya menilai lebih tepat apabila Bapak AKP Sulman Azis langsung yang hadir untuk dimintai keterangan dan diminta menjadi saksi dalam sidang ini," jelasnya.
Sebelumnya, Tim Hukum Prabowo-Sandi menghadirkan 15 orang saksi fakta dan dua orang ahli sebagaimana keputusan MK. Dua di antara saksi tersebut ialah anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02, Said Didu dan aktivis HAM, Haris Azhar.
"Saksi sesuai dengan permintaan mahkamah sudah disiapkan, tapi kami siapkan cadangannya juga," ucap Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Selain mereka, 13 saksi fakta lainnya. Yakni, Agus Maksum, Idham, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yehamura, Beti Kristiani, Tri Hartanto, Risda mardiana dan Hairul Anas. Untuk dua saksi ahli, yaitu Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono.