Rabu 19 Jun 2019 20:00 WIB

Perang Dagang AS-Cina Jadi Isu Utama di G20 Jepang

Perang dagang AS-Cina berkorelasi dan dirasakan banyak negara.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pendapat saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pendapat saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Situasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina akan menjadi salah satu isu utama dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Osaka, Jepang pada 28-29 Juni 2019 mendatang. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pembicaraan isu tersebut memang berkorelasi dengan imbas perang dagang yang dirasakan banyak negara.

"Dari sisi risiko global, trade war, akan menjadi bahan pembahasan utama di sana," kata Sri usai rapat terbatas tentang persiapan G20 di Kantor Presiden, Rabu (19/6).

Selain isu soal perang dagang, Jepang sebagai tuan rumah juga mengajukan sejumlah topik pembicaraan seperti kerja sama perpajakan internasional. Jepang, ujar Sri, memang salah satu negara yang memiliki fokus pada ekonomi digital.

Sri menambahkan, KTT G20 juga akan dihadiri oleh perwakilan Menteri Kesehatan setiap negara karena negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut juga akan membahas jaminan kesehatan universal.

"Mereka juga akan melihat masalah teknologi, digital, artificial intellegence akan memiliki sesi khusus mengenai hal itu. Karena itu salah satu bidang utama yang ingin ditonjolkan oleh Jepang," katanya.

Tak hanya itu, negara-negara G20 juga akan mendiskusikan pembiayaan infrastruktur yang saat ini sedang gencar dilakukan negara berkembang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement