REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejumlah pengepul di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi keluhkan penurunan harga barang hasil pungutan sampah. Penurunan terutama terjadi pada jenis pungutan plastik, kertas dan besi. Penurunan ditenggarai karena adanya praktik impor sampah.
Yana (40 tahun), salah seorang pengepul di dekat Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, mengaku terjadi penurunan drastis sejak dua sebulan terakhir. Penuruan harga berbeda-beda tergantung jenis pungutannya.
"Pas mau puasa kertas turun 25 persen dari harga normal Rp 2.000," kata Yana kepada Republika di gudangnya di RT 1 RW 4, Kelurahan Ciketing Udik, Bantargebang, Rabu (19/6).
Penurunan, kata dia, juga terjadi pada jenis sampah plastik sekitar 10 persen dari harga biasanya sekitar Rp 5.000. Saat ini harga jualnya menjadi Rp 4.000.
Begitupun sampah jenis besi yang harganya jualnya kini Rp 3.500. Turun drastis, ucap dia, dari harga normal sebesar Rp 4.500.
"Ya akhirnya barang-barang saya numpuk karena harga turun. Gimana mau jual kalau harga segitu," kata Yana yang biasa membeli sampah-sampah itu dari para pemulung di TPST Bantargebang.
Tak hanya pengepul di sekitaran TPST Bantargebang yang mengeluh. Tapi juga pengepul di sekitaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu yang lokasinya bersebelahn dengan TPST Bantargebang.
Kurnia (38), pengepul di dekat TPA Sumur Batu, juga mengeluhkan penurunan harga sejak dua bulan terakhir. Ia mengatakan, penurunan terkahir kali terjadi sebelum Lebaran dan seusai Lebaran 2019.
Seperti pungutan jenis besi, kata Kurnia, terjadi penurunan sebelum Lebaran sebesar Rp 200. Lalu seusai Lebaran kembali turun Rp 500. "Harga normalnya itu Rp 3.700. Sampai sekarang belum normal lagi," kata dia, di depan lapaknya di RT 1 RW 1, Kelurahan Ciketing Udik, Bantargebang.
Ia melanjutkan, penurunan juga terjadi pada pungutan jenis plastik. Harga gelas plastik yang biasanya Rp 11.500 per kg kini menjadi Rp 10.000.
Begitupun jenis plastik botol minuman. Turun dari Rp 5.200 menjadi Rp 4.000. "Yang paling parah turunnya memang jenis aqua bodong ini," katanya. Padahal, sambung dia, pungutan jenis plastik botol adalah hasil pungutan yang balik banyak didapatkan pemulung dari gunungan sampah TPA Sumur Batu.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS) Bagong Suyoto mengatakan, penurunan harga pungutan sampah memang sudah terjadi sejak tiga tahun terakhir. Dan yang terparah terjadi pada tahun 2018 hingga tahun 2019.
"Tidak stabilnya harga-harga pungutan sampah dari TPA/TPST terutama disebabkan oleh membanjirnya sampah dari luar negeri akibat impor sampah," terang Bagong ketika dihubungi Republika, Rabu (19/6).
Ia menambahkan, turunnya harga-harga juga karena kuatnya permainan para bandar atau pabrik daur ulang. Alhasil, kata dia, yang paling merasakan dampaknya adalah pelapak kecil dan para pemulung.
"Pendapatan mereka terus menurun, bahkan pelapak kecil gulung tikar. Mereka menyebut harga sedang terjun bebas," tutup Bagong.