REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Kelompok Advokasi Rohingya yang menamakan dirinya Koalisi Rohingya Bebas (FRC), mengkritik Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dan mantan Koordinator Residen PBB di Myanmar, Renata Lok-Dessallien.
Menurut koalisi tersebut, keduanya telah gagal melindungi ribuan Muslim Rohingya di Myanmar. Mereka juga meminta pimpinan PBB dan asisten seniornya untuk mengundurkan diri akibat kegagalan sistemik global dalam menangani genosida terhadap Rohingya di bawah kepemimpinan mereka.
Kelompok advokasi mengecam Guterres dan Lok-Dessallien atas laporan yang dirilis pada Mei lalu.
Laporan resmi ini berjudul "Penyelidikan singkat dan independen mengenai keterlibatan PBB di Myanmar dari 2010 hingga 2018", dan disiapkan mantan Menteri Luar Negeri Guatemala dan diplomat PBB Gert Rosenthal.
Laporan tersebut, menurut FRC, merupakan bentuk pengakuan atas kegagalan sistemik PBB dan menggambarkan peran kontroversial Lok-Dessallien saat bertugas di Myanmar. Di dalamnya disebutkan, Lok-Dessallien menekan laporan internal tentang kegagalan PBB yang mengkhawatirkan di Myanmar khususnya terhadap etnis minoritas Rohingya.
Namun, masih dalam laporan tersebut, setelah pelanggaran berat terhadap norma dan aturan organisasi internasional seperti PBB, Lok-Dessallien tidak bertanggung jawab karena kurangnya peran pimpinan PBB. FRC menuding Guterres memberi hadiah kepada Lok-Dessallien yaitu posisi kepala pejabat PBB di India.
Soal dugaan kegagalan PBB di Myanmar, laporan itu mengatakan bahwa keanggotaan kolektif PBB yang diwakili Dewan Keamanan, harus bertanggung jawab.
Laporan itu juga menyalahkan negara-negara anggota PBB karena secara kolektif ikut bertanggung jawab atas kegagalan menangani insiden di Negara Bagian Rakhine.
Karena itu, FRC menyatakan, Guterres dan wakil manajerialnya harus bertanggung jawab atas kegagalan yang sejauh ini telah mendorong penganiayaan genosida Myanmar yang berkelanjutan terhadap etnis Rohingya.