REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Jenderal (Purn) Kivlan Zen, dikonfrontasi dengan tersangka dugaan perencanaan pembunuhan tokoh nasional, Habil Marati, dan saksi lainnya di Mapolda Metro Jaya sejak Selasa (18/6) malam. Kivlan yang ditemui setelah pemeriksaan itu mengklaim dirinya telah difitnah.
"Ya, saya difitnah, saya difitnah," kata Kivlan, Rabu (19/6).
Pada Selasa (11/6), Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memutarkan video kesaksian Iwan Kurniawan secara langsung. Dalam video itu, Iwan mengatakan, dirinya ditangkap polisi pada 22 Mei pukul 13.00 WIB atas kepemilikan senjata api yang berhubungan dengan Kivlan Zen.
Iwan menceritakan pertemuannya dengan Kivlan Zen pada Maret 2019 di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat pertemuan itu, Iwan mengaku menerima uang Rp 150 juta dari Kivlan. Uang itu untuk pembelian dua pucuk senjata laras pendek dan dua pucuk senjata laras panjang.
Kesaksian inilah yang dibantah oleh Kivlan. Kivlan mengaku tidak pernah memberikan uang kepada Iwan untuk membeli senjata, tetapi uang untuk demo antikomunis atau demo peringatan Supersemar.
Konfrontasi antara Kivlan dengan Habil Marati dan saksi lainnya, seperti Iwan, Aziz, dan Fifi dimulai sejak Selasa (18/6) pukul 16.55 WIB hingga Rabu (19/6) pukul 00.15 WIB. Kivlan mengaku dirinya difitnah oleh para saksi yang menyebut dirinya memberikan uang sebesar 15 ribu dolar Singapura ke Iwan untuk membeli senjata api ilegal. Kivlan menegaskan, tidak ada pemberian uang seperti yang disebut para saksi.
Meski menyebut dirinya difitnah, mantan staf Kostrad ABRI itu tidak mau berkomentar banyak terkait agenda konfrontasi terhadapnya. Menurut dia, agenda konfrontasi dilakukan polisi dengan membandingkan keterangan dari semua yang dihadirkan. Ia menilai tidak ada hal yang janggal dalam proses itu. "Ah, enggak ada janggal," kata Kivlan singkat.
Kuasa hukum Kivlan, Muhammad Yuntri, mengatakan, pihaknya akan melaporkan Iwan Kurniawan dengan tuduhan memberikan kesaksian atau keterangan palsu. "Kemarin di Mabes (laporan) ditolak, sekarang kami laporkan di Polda sesuai dengan saran penyidik," kata Yuntri.
Menurut dia, laporan ke Bareskrim Polri dilakukan pada Senin (17/6). Namun, laporan itu ditolak dengan alasan masih dalam pemeriksaan. "Jadi, diminta nanti setelah selesai. Artinya, kami ingin semua berjalan sesuai dengan aturan yang ada," ujar Yuntri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut, anggapan Kivlan bahwa dirinya telah difitnah adalah hak konstitusional. "Itu merupakan hak konstitusional dari yang bersangkutan dalam pemeriksaan. Silakan saja," ujar Dedi, Rabu (19/6).
Ia menjamin pihak kepolisian tetap profesional selama proses penyidikan dengan berpegang teguh pada Pasal 184 KUHP yang mengatur tentang alat bukti. Dalam proses penyidikan, Dedi menyebutkan, pihak penyidik tidak hanya menggali keterangan dari Kivlan Zen dan Habil Marati.
"Polri juga menggali alat bukti yang lain. Baik berupa keterangan saksi, kemudian keterangan saksi ahli, kemudian bukti petunjuk, maupun surat," ujar Dedi.
Tanggapan Menhan
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meminta Polri menegakkan hukum secara benar dalam menangani kasus Kivlan Zen. "Kalau hukum ya tegakkan hukum yang benar. Kalau polisi sudah benar, mengapa tidak nyaman? Tegakkan saja, siapa pun, menteri pun, presiden pun bisa kena hukum kok," kata Ryamizard, saat ditemui di Gedung Nusantara II Kompleks MPR/DPR RI, Rabu.
Meski demikian, Ryamizard mengharapkan Kivlan Zen tidak disamakan dengan pelaku kasus kejahatan lain, meski saat ini terjerat kasus hukum. Sebab, Kivlan dinilai sudah banyak berjasa untuk negara.
"Penjahat narkoba salahnya sama dengan yang sudah banyak jasanya. Itu kan lain dong. Nah, itu harus dibedakan," kata dia.
Ryamizard juga mengharapkan petugas kepolisian mempertimbangkan posisi Kivlan Zen yang ia sebut sebagai seniornya dulu di TNI. Pertimbangan itu, kata dia, karena mantan kepala Kostrad itu salah satunya juga berjasa kepada negara.
"Saya sudah bisik-bisiklah dengan teman polisi, coba dipertimbangkan lagilah. Saya kan cuma pertimbangkan, bukan tidak boleh dihukum, tidak. Pertimbangkan," kata dia.
Meski mengakui Kivlan Zen sempat meminta bantuan kepada dirinya, Ryamizard mengungkapkan dirinya tidak bisa membantu banyak karena masalah politik dan hukum di luar kemampuannya. Menurut dia, Kivlan berhak mendapat bantuan hukum sesuai dengan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1447/XII/2018 tentang Bantuan Hukum Pidana di Lingkungan TNI.
"Kita bantu, pasti ada dong, di mana ada bantuan. Itu kan bukan cuma masalah hukum, itu kan untuk penahanannya ditunda. Kan tadi saya bilang masalah hukum masalah politik. Saya itu di luar kemampuan saya, saya tidak mau," kata Menhan.
BACA JUGA: Siapa Kivlan Zen?
(ed: ilham tirta)